[caption id="attachment_344753" align="aligncenter" width="531" caption=""][/caption]
Jauh sebelum menjadi Wakil Presiden SBY, JK adalah seorang saudagar yang lumayan sukses. Bisnisnya bisa disebut menggurita di Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia Timur. Sampai tahun awal 1990-an, salah satu bisnis andalannya adalah menjadi agen penjual mobil Toyota.
Nah, waktu menjadi Wapres itu, bisnis Kalla dan keluarganya berkembang supercepat. Kok bisa? Buktinya, dalam lima tahun kekuasaannya (2004-2009), grup bisnis keluarganya kebanjiran berbagai proyek skala besar. JK berambisi mengambil alih proyek PLTA dan PLTU seluruh Indonesia.
Adalah Abdulrachim Kresno, aktivis 1978, yang rajin menelisik sepak terjang Jusuf Kalla yang dinilainya sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat berkuasa. Lewat twitter-nya @abdrachim001, dia bercerita panjang lebar seputar pelbagai proyek yang diguyurkan JK bagi bisnis keluarganya.
Seperti diketahui, keluarga Kalla mengendalikan sejumlah grup bisnis. Di antaranya Kalla Group, Bukaka Group, Bosowa Group, dan Intim Group. Semuanya mengalami masa-masa panen raya saat JK berkuasa.
Bukaka, misalnya, memperoleh order pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Ussu di Kabupaten Luwu Timur, berkapasitas 620 mega watt (MW), dan PLTA senilai Rp1,44 trilyun di Pinrang. Bukaka juga membangun PLTA dengan tiga turbin di Sungai Poso, Sulawesi Tengah, yang berkapasitas total 780 MW.
Menurut Abdulrachim, selain ditengarai memainkan pengaruh kekuasaan untuk mendapatkan bisnis ini, pelaksanaannya pun melanggar aturan. PLTA Poso, misalnya, mulai dibangun sebelum ada analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memenuhi syarat. Begitu juga dengan jaringan saluran udara ekstra tiniggi (SUTET)-nya ke Sulawesi Selatan & Sulawesi Tenggara dibangun tanpa AMDAL.
“Di Sumatera Utara, kelompok yang dipimpin Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla mendapat order pembangunan PLTA di Pintu Pohan, atau PLTA Asahan III berkapasitas 200 MW. Lewat PT PT Bukaka Barelang Energy, Bukaka juga terlibat dalam pembangunan pipa gas alam senilai US$750 juta. Proyek ini akan melintang dari Pagar Dea, Sumatera Selatan, ke Batam,” katanya.
Bukaka juga digerojok seabrek proyek listrik semasa JK jadi Wapres. Di antaranya membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) senilai US$92 juta di Pulau Sembilang, dekat Batam. Lalu ada pembangunan pembangkit listrik tenaga gas di Sarulla, Tarutung, Sumatera Utara, yang akan menghasilkan listrik 300 MW.
Juga ada rencana pembangunan 19 PLTA berkekuatan 10.000 MW. Guna merealisasikan proyek ambisius ini, JK mendorong Bank Pembangungan Daerah (BPD) se Indonesia untuk membiayai dengan mengandalkan dana murah yang dimilikinya.
Itulah sebabnya secara ekonomi rencana tersebut dinilai berbahaya. Pasalnya, dana murah tadi bersifat dana jangka pendek. Padahal siapa pun tahu, proyek pembangkit listrik termasuk berjangka panjang. Mulai pembangunan hingga menghasilkan fulus, PLTA memerlukan waktu sekitar tujuh tahun. Jika dipaksakan, BPD-BPD itu dipastikan bakal mengalami miss match pendanaan. Sedikit saja ada goncangan, mereka bakal terkapar karena dana jangka pendeknya dipakai membiayai proyek jangka panjang.