Mengerti dan mengetahui apa yang benar dan tidak benar tidak berarti tahu mengerjakan dan melakukannya ketika bertugas. Itulah salah satu hal yang paling mengerikan dari para praktisi hukum dan penegak keadilan, baik itu jaksa, pengacara, hakim maupun polisi; ketika menganggap kejahatan hanyalah kenakalan biasa.
Apa yang bisa Hogae harapkan dari ayahnya yang kepala jaksa itu jika ayahnya tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Apa yang bisa Hogae lakukan jika ayahnya sendiri ingin melucuti seragam polisi darinya karena janjinya pada Chuljoong? Apa sebaiknya mereka ke pengadilan saja untuk memutuskan ikatan keluarga?
Pertanyaan utamanya, apa sebenarnya yang diburu Joongdo sampai harus mengorbankan anak sendiri? Pencapaian pribadi? Kebanggaan sebagai seorang ayah? Mimpi sendiri yang tak tercapai? Kenyamanan hidup dan kesejahteraan sang anak di masa depan?
***
Seperti kisah-kisah heroik lainnya, selalu ada saja pribadi yang merasa tidak nyaman ketika ketidakadilan terjadi. Itulah sebabnya, ketika Taehwa meminta Hogae untuk menutup mata sekali saja untuk semua masalahnya yang ditimbulkannya Hogae memborgol tangannya.
Seperti itulah seharusnya; tidak bersukacita ketika terjadi ketidakadilan, tetap mempertahankan hati nurani tetap murni, bekerja keras mengungkapkan kebenaran, dan tetap berteman dengan individu-individu yang bersedia menjaga keselamatan dan kewarasan diri. Heart-saver; Â sekalipun datang dalam bentuk lencana namun makna sebenarnya sungguh menggugah dan menghangatkan. :)
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H