Pagi tadi, aku tanpa sengaja melihat dengan Rina, seorang kenalan yang lama tak berjumpa. Aku agak ragu; apakah wanita yang tampak punggungnya olehku itu adalah kak Rina atau hanya seseorang yang terlihat seperti dia. Untuk memastikan dugaanku, aku bangkit dari dudukku dan berjalan perlahan menghampirinya.
"Kak Rina.." panggilku.
"Kak Rina." Sekali lagi. Kak Rina berhenti berjalan. Berbalik. Menatapku. Mengernyitkan kedua alisnya.
"Kak Rina, kan?" aku memastikan. Kak Rina mengangguk.
Aku semakin mendekat, menuntunnya ke tepi, menjauhi lalu lintas pejalan kaki. Sesaaat setelah kami berdiri berhadapan, tanpa bisa ditahan, aku sesenggukan di depannya. Bahuku terguncang hebat, dan air mata menderas di pipiku. Terdengar suara ratapan yang sangat menyayat dari bagian belakang teggorokanku.
"Dari mana kepedihan dan kesesakan ini datang?" aku membatin tanpa bisa menghentikan tangisan. Aku teringat pada Nilam, orang yang kami berdua kenal dengan sangat baik; orang yang dengannya kami menjalin pertemanan dan persahabatan. Nilam, yang membuat kami saling kenal satu dengan yang lain. Sekalipun kedekatan kami tidak sedekat antara kami masing-masing pada Nilam. Nilam, yang berpulang lebih dulu.
***
Kak Rina dan Nilam pernah menjadi rekan sekerja di sebuah perusahaan percetakan keluarga. Usaha ini tidak besar. Namun, sejumlah kerabat dari pemilik usaha menjadi pekerja di sana. Sebagian besar yang bekerja di sana sudah ada di sana selama bertahun-tahun, sebagian lagi bekerja di sana seumur hidup mereka. Ya, ga selama itu juga. Kurang lebih, ada juga yang bekerja di sana selama itu. Itulah sebabnya kak Rina dan Nilam menjadi sangat dekat.
Kak Rina adalah anak sulung dari 4 bersaudara. Sepanjang masa mudanya, dia bekerja sangat keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan ketiga adiknya. Sejak kedua orang-tua mereka berpulang, kak Rina yang bertanggung-jawab atas uang sekolah dan merawat mereka. Besarnya tanggung jawab membuatnya keras terhadap diri sendiri. Adik-adiknya sangat mengasihi kak Rina.
Kak Rina menikah ketika dia telah melewati usia empat puluh tahunnya. Suaminya, 10 tahun lebih tua. Pernikahan mereka dihadiri banyak kerabat dan keluarga. Setelah menjalani 9 tahun pernikahan, suami kak Rina berpulang, usai menjalani rawat inap hampir sebulan.
Kenyataan tersebut menghantam kuat kak Rina. Sebulan lebih, kak Rina mendampingi suaminya yang dirawat di rumah sakit. Setiap hari, kak Rina berharap suaminya mengalami rasa sakit yang tidak lebih kuat dari hari sebelumnya. Namun, doa-doanya tidak terjawab seturut dengan keinginannya.