Buya, seorang pemimpin sekolah agama, bermimpi tentang Bahar. Bahar adalah salah satu siswa di sekolah yang dipimpinnya. Bahar memutuskan meninggalkan sekolah dan satu-satunya keluarga miliknya yang tersisa, neneknya. Sepanjang kepergiannya, Bahar tidak pernah mengirimkan kabar sama sekali.
Empat puluh tahun telah berlalu tanpa kabar Bahar. Buya mencarinya. Selama bertahun-tahun. Buya mencoba peruntungan dengan mencari Bahar sampai ke ibukota provinsi terdekat. Namun, Bahar tidak berhasil ditemukan. Buya memutuskan tidak melanjutkan usahanya. Â Sampai, sesuatu mendatanginya. Â Buya bermimpi tentang Bahar!
Buya mengutus Baso, Hasan, dan Kaharuddin, untuk mencari keberadaan Bahar. Maka, dimulailah pertualangan 3 orang sahabat ini, sambil menapaktilasi perjalanan hidup Bahar.
***
Napak Tilas Hidup Bahar
Bahar meninggalkan pesantren , tempatnya menuntut ilmu, menuju kota terdekat. Di kota yang baru, kehidupan Bahar tidak jauh dari pasar induk. Bekerja sebagai kuli angkut pada pagi hingga sore, lalu menghabiskan malam dengan minum minuman keras di sebuah bar. Di bar tersebut Bahar berkenalan dengan pengusaha sekaligus rentenir yang bernama Bos Acong. Acong berkali-kali membujuk Bahar untuk menjadi tukang pukulnya, namun Bahar selalu menolak.
Suatu kali, demi menyelamatkan seorang temannya, Bahar mendatangi Bos Acong dan mengaku bahwa Baharlah yang membakar gudang beras milik Acong yang berada di pasar induk. Sebagai hukuman, Bahar menjalani kehidupan selama 5 tahun dalam penjara.
Rampung menjalani hukuman, Â Bahar meninggalkan kota tersebut, menuju kota berikutnya. Berbekal dengan kursus eleknonik dan memasak yang diikutinya selama di penjara, Bahar membuka usaha memperbaiki peralatan elektronik di kota yang baru; dan mengasah kemampuan memasaknya. Jatuh cinta pada Delima, Bahar harus menunggu beberapa tahun hingga mendapat restu dari orang-tua Delima.
Namun, suatu kali kebakaran yang terjadi di tempat usaha orang-tua Delima. Malangnya, Delima sedang berada dalam toko ayahnya dan terjebak di sana. Dalam kesedihan yang mendalam, Bahar meninggalkan kota ke-2 yang dijalaninya setelah meninggalkan sekolahnya. Lalu pergi menuju kota berikutnya, kota yang memiliki tambang emas. Bahar bekerja dalam banyak shift sebagai upayanya menghalau kesedihan.
Setelah uang terkumpul cukup, Bahar meninggalkan lokasi tambang menuju kota berikutnya. Di kota ini, Bahar memutuskan menetap. Bahar membuka usaha rumah makan yang dinamai menggunakan nama mendiang istrinya.