Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahun-Tahun Mengenal Buah Pikiran Chairil Anwar

9 Agustus 2022   22:48 Diperbarui: 9 Agustus 2022   22:54 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku ingin hidup seribu tahun lagi...
Sekalipun tidak ada satupun yang hidup selama 1000 tahun, maupun tidak ada yang bisa dan sanggup hidup selama rentang waktu itu, namun setiap kali membaca kalimat di atas, jantung berdegup lebih kencang oleh gelora yang dibawa oleh diksi pada kalimat tersebut. 

Kalimat di atas adalah salah satu bagian puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku. 

Belakangan aku tahu bahwa Chairil Anwar menuliskan beberapa puisi cinta yang sangat romantis seperti Cintaku Jauh di Pulau, Tak Sepadan dan Senja di Pelabuhan. Pengenalan mula-mulaku pada penyair adalah ketika karya-karyanya menunjukkan betapa tema individualis dan eksistensi (baik individu maupun sebagai seorang warga Negara) sangat kental terasa. Sampai akhirnya aku membaca beberapa karyanya yang kental dengan patriotisme.

Pertemuan Pertama
Pertemuan pertamaku dengan karya-karya Chairil Anwar dimulai puluhan tahun lalu. Ketika itu, kami sedang mengenal para pujangga dan mempelajari beberapa karya mereka yang tercatat dalam buku pelajaran bahasa Indonesia. 

Chairil Anwar adalah salah satu pujangga Angkatan 45. Dalam buku pelajaran tersebut, karya-karya Chairil Anwar antara lain adalah Aku, Deru Campur Debu, Krawang -- Bekasi, Selamat Tinggal dan Doa..

Berjumpa lagi

Bertahun-tahun setelah pertemuan pertama, aku berjumpa lagi dengan karya Chairil Anwar. Sebuah buku berjudul Aku: Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar, buah karya Sjuman Djaya, terlihat pada film "Ada Apa dengan Cinta?" 

Sejak saat itu, karya-karya Chairil Anwar muncul lagi di permukaan. Setiap remaja pada tahun itu menjadi penggemar puisi-puisi Chairil Anwar. Buku "Aku" dicari oleh banyak orang. Pada masa itu, seolah-olah setiap orang berjumpa lagi dengan Chairil Anwar, dengan rasa yang mungkin lebih melankolis. Karena cinta. Juga, karena Cinta dan Rangga. :)

Paskah tahun ini

Salah satu karya Chairil Anwar muncul ketika aku mencari puisi tentang Paskah menggunakan mesin pencari. Judul karya Chairil Anwar tersebur adalah Isa. Berikut isi puisinya:


Isa
Kepada Nasrani sedjati
Itoe Toeboeh
mengoetjoer darah
mengoetjoer darah

roeboeh
patah

mendampar tanja: akoe salah?

koelihat Toeboeh mengoetjoer darah
akoe berkatja dalam darah

terbajang terang dimata masa
bertoekar roepa ini segera

mengatoep loeka

akoe bersoeka

Itoe Toeboeh
mengoetjoer darah
mengoetjoer darah

Menggunakan ejaan lama, tidak mengurangi sedikitpun mengalami kesulitan untuk memahami pesan yang hendak disampaikannya melalui puisi yang ditulis di tahun 1943 tersebut. 

Beberapa puisi karya Chairil Anwar ditujukan pada insan tertentu. Puisi Isa ditujukan pada Nasrasi sejati. Puisi Isa adalah puisi yang mengisahkan karya penebusan yang dilakukan  Tuhan Yesus (dikenal juga dengan Isa). 

Penebusan atas dosa-dosa manusia, yang diekspresikan dengan pertanyaan: akukah yang menyebabkan hal tersebut dialami oleh Isa? TubuhNya yang didera hingga mengucurkan darah, justru memberi kesukaan dan harapan bagi "aku", karena ada masa depan di kekekalan bersamaNya. Hal tersebut terungkap pada kalimat "terbayang terang dimata masa". 

Pengulangan pada kata-kata "Itu Tubuh, mengucur darah, mengucur darah" di awal dan akhir puisi seolah menegaskan bahwa keadaan ini adalah tak biasa. Dan harus menjadi fokus "Nasrani sejati" untuk ingat dan mengenangkan peristiwa tersebut, sampai kapanpun.

***
Setelah bertahun-tahun, akhirnya aku berjumpa lagi dengannya, melalui karya-karyanya.  Buah pikiran Chairil Anwar yang terus di bawa sampai ke masa sekarang. Aku kagum dan hormat atas karya-karyanya baik yang tertulis maupun yang masih tersimpan dalam pikirannya. 

Kerinduan terbesarku adalah besarnya keinginan kita untuk terus merawat karya-karya penyair dan pujangga milik Negeri dan mewariskannya kepada generasi mendatang. (RS)
***

https://images.app.goo.gl/dAWJbUK9yB5MFwNZ7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun