Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Napak Tilas dalam Ingatan, 7 Hari Perjalanan di Laut, Bertahun-tahun Lalu - sicaper 2

7 Januari 2022   19:39 Diperbarui: 8 Januari 2022   02:25 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menonton K-Ocean Pathfinder, mengingatkan aku pada pengalaman menggunakan kapal laut besar dalam perjalanan dari Irian Jaya (sekarang: Papua) ke Sumatera, dari Sorong ke Medan selama 7 hari.

Pengalaman menyaksikan langit cerah bertabur bintang termasuk pengalaman yang mendebarkan. Aku ingat, malam-malam yang kuhabiskan di kapal sambil menyaksikan bintang di langit yang cerah. Aku ingat, puisi-puisi yang tercipta di sepanjang perjalanan, yang sekarang entah di mana. Maka, aku bisa merasakan apa yang dirasakan tim pencari jalan (K-Ocean pathfinder) ketika menyaksikan begitu banyak bintang di langit. Tidak ada cahaya lain di langit perairan. Gelapnya perairan, makin membuat cahaya bintang yang berkerlipan terlihat lebih cerah. Juga, debar-debar semangat tak sabar ketika menantikan mentari terbit. Malam, laut, senja, langit, matahari dan bintang; selalu bisa dan berhasil membuat seorang biasa (seperti aku ini) jadi penyair dan pujangga (yang biasa juga).. hehehehe...

***

Untuk perjalanan saat itu, kami sekeluarga menggunakan armada kapal motor PELNI, K.M. Umsini, rute Sorong - Belawan. Kapal besar ini berkapasitas 1.500 -- 2.000 penumpang yang terdiri dari 5 kelas kamar (kelas 1,2,3,4, dan kelas ekonomi). Bertahun-tahun lalu, rasa takjub atas besarnya ukuran kapal dan jumlah penumpang yang bisa ditampung, mendominasi perasaan sebelum menaiki kapal ini. Lautan manusia di dermaga pun tak kalah menakjubkan. Setiap kali meninggalkan pelabuhan, aku selalu ikut melambaikan tangan. Entah kepada siapa. Namun, melambaikan tangan hanya membuktikan tujuan belum lagi sampai. 

Armada kapal motor PELNI masih beroperasi sampai sekarang. Jumlahnya makin banyak dibandingkan puluhan tahun lalu. Menggunakan nama-nama gunung di Nusantara, kapal ini menghubungkan banyak kota pelabuhan di seluruh Indonesia. Seperti K.M. Kelud, K.M. Rinjani, K.M. Lawit, K. M. Leuser, K. M. Sinabung, K. M. Bukit Siguntang, K. M. Tidar, K. M. Gunung Dempo dan masih banyak lagi. Rutenya semakin beragam. Ada yang menjadi penghubung antara pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi; ada yang menyusuri beberapa pelabuhan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; ada menyusuri beberapa kota pelabuhan di Maluku; bahkan ada yang tujuannya sampai ke Merauke.  

Napak tilas dalam ingatan perjalanan selama 7 hari itu, masih terekam sangat baik sampai hari ini. Hari pertama, perjalanan dimulai dari Sorong menuju pelabuhan Pattimura, Ambon. Hari kedua, kapal tiba di Bau-bau. Karena dermaga di Bau-bau tidak cukup dalam untuk Umsini sandar, maka kapal buang sauh agak jauh dari dermaga Bau-bau. Hari ketiga, kami pesiar di pasar dekat pelabuhan Bitung. Hari keempat, kami tiba di Ujung Pandang (sekarang: Makassar). Hari kelima, kami tiba di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Dalam perjalanan dari Ujung Pandang ke Surabaya, kami melintasi laut Banda, salah satu laut terdalam di Indonesia, dan laut Jawa, lokasi tenggelamnya kapal Tampomas II, beberapa tahun sebelumnya. Hari selanjutnya kami tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Hari ke-7, kami tiba di pelabuhan Belawan, Medan.

Selama 7 hari, kami bersama banyak penumpang lain tinggal di kapal. Hidup terapung. 😄 Makan, tidur, berteman dan melakukan banyak aktivitas lainnya di atas kapal. Ada toko buku kecil, ada beberapa toko kelontong di beberapa dek kapal, ada kafetaria, ada tempat ibadah, ada bioskop, ada klinik dokter. Cukup untuk menikmati keseharian tanpa harus berada di sebuah kota.

***

Sampai sekarang, ingatan bahwa aku pernah melakukan perjalanan melintasi kota-kota pelabuhan, perairan penghubung antar pulau di Nusantara ini di waktu lampau terus hangat. Apa hal itu hanya membuktikan bahwa nenek moyangku adalah seorang pelaut? Sehingga kegemarannya mengarung luas samudra mengalir dalam darahku? :)

Beberapa tahun lalu, setelah perjalanan ke Bandung, Jogja dan Magelang, aku mengusulkan untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal besar. Lalu, mengunjungi beberapa kota pelabuhan seperti Lembar dan Labuan Bajo. Aku sudah mulai menyusun rute pergi dan kembali; mengecek daftar harga tiket kapal laut di beberapa blog perjalanan dan laman resmi PELNI; merancang alternatif perjalanan laut; memeriksa rute kapal-kapal yang berlayar di wilayah Timur; mencari kemungkinan jumlah terbaik menghabiskan waktu di kapal laut, entah 3 hari atau 5 hari.  Namun, seorang karib mempertanyakan hal tersebut.

"Apa yang kita lakukan seharian, dua-puluh-empat jam di kapal?"

"Banyak. Banyak banget."

"Misalnya, apa? Lagipula ga banyak yang dilihat selain penumpang dan laut."

"Kita bisa mengelilingi kapal, makan teratur, menikmati matahari tenggelam, menunggu mentari terbit, melihat bintang-bintang yang ternyata sangat banyak jika dilihat di wilayah perairan, berpapasan dengan kapal-kapal besar lain."

"..."

"Kita bisa tidur seharian,  mengunjungi kafetaria dan toko buku, menatap pulau-pulau di kejauhan, menikmati angin bertiup kuat di buritan, berkenalan dengan penumpang lain, membaca buku seharian, Jadi, kita bisa bawa buku agak banyak di perjalanan ini."

"Tapi, kita ga bisa kemana-mana, selain hanya di kapal."

"Jika kapal sandar, kita bisa pesiar ke kota-kota pelabuhan, menikmati penganan lokal dan membeli oleh-oleh, lalu berfoto sebentar sebelum diposting supaya kita bisa kasih tahu kalo kita sedang menikmati beberapa kota pelabuhan di negeri ini, kembali ke kapal dan tidur seharian."

"..."

"Kita bisa bikin puisi, baca buku seharian, melihat langit dalam segala cuaca, merasakan perasaan mencekam melihat laut gelap di waktu malam, melihat kehidupan warga tepi laut dari kejauhan, berpapasan dengan kapal-kapal besar penangkap ikan, menikmati pantulan cahaya dan warna air laut. Dan, kalo beruntung, bisa melihat lumba-lumba di kejauhan. Jadi, ada begitu banyak hal yang bisa kita lakukan selama kita berlayar. Banyak. Banyaaak banget."

"Memang ga banyak orang yang punya selera macam ko ini.."

Hehehehehe... (RS)

***

#sicaper

#seri catatan perjalanan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun