Kenangan pada rasa kehilangan, mendatangi tanpa tanda,
di hari-hari biasa dan rutinitas sederhana.
Perlahan dan nyaris tak bergerak,
kesadaran atas kehilangan mendatangi dengan lambat.
Seperti gerah yang merayap lewat tulang belakang menuju tengkuk.
Membuat udara di sekitar, jadi lembab yang menggelisahkan.
Kenangan pada rasa kehilangan, mendatangi tanpa tanda,
di siang terik nan kering kerontang.
Perlahan dan nyaris tak bergerak,
kesadaran atas kehilangan mendatangi dengan lambat.
Seperti dingin yang dibawa embun subuh.
Dingin yang (tetap) tinggal, sementara mentari perlahan hadir.
Kenangan pada rasa kehilangan, mendatangi tanpa tanda,
di malam dingin nan mencekam.
Perlahan dan nyaris tak bergerak,
kesadaran atas kehilangan mendatangi dengan lambat.
Seperti malam yang menyergap senja.
Rembang sore meninggalkan petang yang tergugu di sudut hari.
Kenangan pada rasa kehilangan, mendatangi tanpa tanda,
di hari-hari biasa dan rutinitas sederhana yang jarang tercatat buku harian,
seolah rasa kehilangan bagian dari keseharian.
Entah apa yang terjadi...
Haruskah perasaan ini sesekali mampir?
Lelah...
Duka...
Patah hati...
Remuk...
Hancur.
Terluka...
Patah. Sepatah-patahnya.
Hati, terus terasa dipelintir.
Pada rasa kehilangan.
Atas kenangan pada rasa kehilangan.
***
Catatan dari kotaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H