Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Samosir, Kampung dengan Banyak Halaman untuk Dikisahkan (bagian 1)

14 September 2021   23:56 Diperbarui: 14 September 2021   23:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara semua saudara sepupu dari pihak bapak dan mamak, kami mewarisi kecintaan terhadap Samosir yang sangat mengesankan berasal dari oppung doli (kakek) pihak bapak.

"Sejauh apapun kalian merantau, ingat Hatoguan. Sejauh apapun kalian pergi, ingat selalu pulang ke Samosir. Samosir adalah rumah kalian." Itu adalah pesan oppung doli yang sudah kami terima sejak masa kanak-kanak kami.

Kecintaan itu makin diperkuat dengan ingatanku atas lagu Pulo Samosir. Semua cinta selalu ada awal. Demikian juga cinta yang satu ini. 😄

Sekitar tahun 80an akhir, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke kampung halaman bapak dan mamak, Samosir. Kami menempuh perjalanan menggunakan bus kota yang melintasi kelok jalan yang salah satu sisinya jurang. Samosir adalah pulau yang dikelilingi perairan air tawar, Danau Toba. Samosir dan danau Toba tidak terpisahkan pesona alamnya. Bentang alamnya yang serasi seolah tak lekang oleh waktu.

Rumah oppung dari pihak bapak berada di Hatoguan, sedangkan rumah opung dari pihak mamak berada di Nainggolan. Menggunakan kendaraan umum, ketika itu, jarak Hatoguan ke Nainggolan bisa ditempuh sekitar 3 jam. Kalo sekarang, bisa jadi masih sama waktu tempuhnya.. 😄

Rumah oppung yang di Hatoguan terletak di pinggir jalan raya dan hanya berjarak 100 meter dari tepi danau Toba. Kami dengan segera mengingatnya karena halaman rumah oppung satu-satunya yang memiliki tumbuhan bambu yang sangat rimbun. Kami segera mengingatnya karena kami akan melewati Pangururan dulu lalu Simbolon sebelum tiba di rumah opung. 

Rumah oppung adalah rumah tradisional Batak berbentuk panggung dengan dapur sederhana di bagian belakang rumah. Biasanya, di bagian bawah rumah digunakan sebagai kandang babi atau kerbau. Kala itu, oppung hanya memiliki 2 kerbau.

Untuk air yang akan dimasak sebagai air minum, airnya akan diambil terlebih dulu dari danau. Kegiatan mencuci pakaian, mencuci peralatan makan dan masak, juga mandi dilakukan di tepian danau Toba. 

Piring dan panci yang akan dicuci akan digotong ke tepi danau Toba kemudian dicuci di pinggir danau. Hal yang sama berlaku pada pakaian. Busa cucian piring dan pakaian akan mengalir ke tengah danau dan menghilang. 

Seolah-olah, air danau Toba punya pembersih busa otomatis. :) Sekarang, rumah oppung sudah dilengkapi kamar mandi dan air mengalir. Jadi, tidak ada lagi cuci pakaian dan piring ke tepi danau. Hehehehe..

Rumah oppung di Nainggolan dekat tepi danau juga. Tak jauh dari rumah oppung ada pelabuhan kecil yang lalu lintas kapal ke Balige terbilang sering. Kegiatan mencuci pakaian dan piring pun sering dilakukan di tepi danau. Dibandingkan dengan yang di Hatoguan, pasir tepi danau di Nainggolan sangat halus seperti pasir di tepi pantai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun