"Tapi apa untungnya bagi aku ataupun orang lain yang selamat hari itu? Atau mereka yang tidak selamat? Bukankah itu artinya kita merugikan mereka yang tewas kalau kita tidak masa bodoh dengan kejadian itu dan menikmati hidup saja? Kita harus hidup karena mereka tidak bisa. Kita harus hidup sebaik mungkin, tidak setengah-setengah, melainkan sepenuhnya. Kita berutang itu kepada mereka." (hal 316)
***
15 Oktober tahun sebelumnya, Aaron Tiratore mengancam beberapa teman sekolahnya menggunakan senjata api, memuntahkan beberapa peluru sehingga melukai beberapa siswa dan jatuh korban jiwa bernama Connor Wallace.Â
Sebelum semuanya berakhir, Aaron menarik tangan seorang teman perempuan yang sedang bersembunyi untuk dijadikan sandera. Morgan Grant! Terlalu terkejut melihat bahwa teman yang ditodongkan senjata adalah seseorang  yang telah memberi tumpangan mobil ke sekolah, Aaron meletakkan ujung senapan api ke kening Morgan tetapi membalikkan pistol tersebut lalu menembak dirinya sendiri.
***
Hidup menjadi hal yang tidak mudah bagi Morgan Grant sejak insiden 15 Oktober lalu. Setiap kali Morgan mencoba keluar dari apartemen dua-kamar mereka, udara terasa menipis, paru-parunya mengkerut, serangan panik menyerbu kulitnya, gemetar menghebat dari ujung kaki ke ujung jari, sehingga Morgan tidak bisa melangkahkan kaki keluar dari apartemennya.
Ketakutan akut memayungi hari-hari Morgan, sehingga Morgan tidak lagi ke Pasific Palm High School, berhenti keluar dari rumah, memutuskan komunikasi dengan teman-temannya dan melanjutkan sekolahnya secara online.Â
Seorang konselor professional, Brenda, mengunjungi Morgan setiap minggu untuk menolong Morgan mengatasi traumanya terhadap ruang terbuka.Â
Menanyai keadaan Morgan, mendorong Morgan menceritakan perasaannya dan menuliskan detail kegiatan rutin di rumah. Dan Brenda juga menuliskan resep obat penenang yang tidak diharapkan untuk digunakan oleh Morgan.
Suatu kali, Morgan mengetahui bahwa mereka memiliki tetangga baru, Evan Kokua dan ibunya. Evan dan ibunya pindah dari Hawaii ke lingkungan mereka karena ibu Evan hendak membantu bibi Evan mengelola restorannya. Setelah kematian anaknya dalam sebuah insiden di sekolah, bibi Evan masih berduka dan sulit melepaskan kesedihan.