Paper Town: kota kertas yang diciptakan sebagai perlindungan terhadap pelanggaran hak cipta.Â
Agloe, New York, adalah desa fiktif yang diciptakan oleh perusahaan Esso pada awal tahun 1930-an dan dimasukkan dalam peta turis sebagai jebakan hak cipta, atau kota kertas.Â
Agloe merupakan ciptaan pembuat peta Otto G. Lindberg dan Ernest Alpers, yang membuat nama kota itu dengan membuat anagram dari inisial mereka. (hal. 270)Â
Novel Paper Towns telah difilmkan dengan judul yang sama. Karya John Green (2008) dengan 360 halaman ini diterjemahkan oleh Angelic Zaizai dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2014.
***
Quentin Jacobsen, secara harfiah tumbuh bersama Margo Roth Spiegelman. Sejak masih kanak-kanak, keluarga mereka sudah bertetangga. Sejak umur 2 tahun, Quentin dan Margo telah saling tahu dan kenal.Â
Kamar Quentin berhadapan dengan kamar Margo dan mereka berdua bersekolah di sekolah yang sama mulai jenjang SD sampai SMA. Quentin menyadari bahwa pesona Margo sudah memikat hatinya sejak jaman kanak-kanak.Â
Pesona Margo semakin tertanam dalam benaknya ketika mereka masih SD, diam-diam Margo mendatangi kamar Quentin dan menceritakan secuplik data seorang pria yang mayatnya mereka berdua temukan sore sebelumnya ketika bersepeda sore agak jauh dari kompleks perumahan.Â
Quentin memuja keberanian, tekad dan jiwa bebas yang dimiliki Margo. Hal-hal yang memang sudah dilihat Quentin sejak lama selain mata dan rambut indah Margo.Â
Sekalipun tidak terlihat akrab di sekolah, Margo mempercayai Quentin menjadi partnernya demi melaksanakan 11 hal penting yang telah direncanakan Margo.Â
Beberapa hal diantara 11 hal tersebut adalah balas dendam Margo pada beberapa teman yang telah melakukan hal jahat padanya.Â
Setelah melakukan 11 hal tersebut, ada hal-hal baru yang Quentin ketahui dari Margo. Dan hal tersebut membuat hati Quentin semakin terpikat pada Margo, serta mengubah cara pandang Quentin terhadap kehidupan yang dijalaninya selama ini.Â
Beberapa jam setelahnya, kejutan datang! Quentin tidak menyangka jika jiwa bebas milik Margo membuatnya mengambil keputusan meninggalkan rumah, menempuh kebebasan, meninggalkan teman-teman, mengabaikan acara wisuda kelulusan SMA.Â
Margo meninggalkan sejumlah jejak samar pada puisi dan lagu yang membuat Quentin, Q, jungkir balik memecah misteri teka-teki yang ditinggalkan Margo.Â
Q berjuang dengan waktu dan mengerahkan segala daya untuk segera menemukan Margo sebelum bayangan bahwa Margo tergeletak menjadi mayat tak dikenal di tempat yang tak terbayangkan terus membayangi hari-harinya.Â
Ketika nyaris kehilangan ide lain, Q menemukan kota Agloe pada peta. Agloe adalah salah satu kota kertas yang ditemukan diantara beberapa kota kertas lainnya.Â
Pada laman kota Agloe, Q menemukan seseorang meninggalkan komentar. Saat itulah Q menyadari bahwa Margo masih hidup. Kesempatan Q untuk bertemu Margo menipis, karena Margo berencana meninggalkan Agloe.Â
Q bersama 2 sahabatnya, Ben Starling dan Radar; dan Lacey Pemberton, meninggalkan upacara wisuda, bertarung dengan waktu selama 24 jam ke depan, memacu mobil dengan kecepatan tinggal demi menyelamatkan Margo. Selamat, hidup dan ditemukan! Sayangnya, Margo tidak ingin ditemukan. Menariknya, Q memahami hal tersebut!Â
Bagi Q, dua-puluh-empat jam perjalanan yang mendebarkan dan nyaris kehilangan nyawa sepadan dengan hal-hal baru yang ditemukan pada diri dan kepribadian Margo . Q justru tidak menahan Margo jika Margo hendak melakukan perjalanan selanjutnya.Â
Petualangan baru selalu sepadan dengan pemahaman yang penuh. Dan perjalanan panjang sesungguhnya refleksi perjalanan kembali ke diri sendiri. (RS)
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H