Aku menatapnya tak percaya. Ternyata, momen untuk memintaku menulis selalu tersedia untuk Ria.
"Telah tiba waktu untuk menulis."
Aku menatap Ria dengan tatapan nanar. Nyaris kulihat adalah Ria dan Ratih menjadi dua.
"Kau membuatnya seolah-olah aku saat ini sedang berada di kawah candradimuka. Menuntut ilmu dalam waktu yang sangat panjang, melelahkan dan membuat jengkel. Dan telah tiba waktuku untuk turun gunung dan bertemu dengan pendekar lain."
"Tepat sekali!" sahut Ria penuh kemenangan.
***
Maka aku mulai menulis di sosial media. Mengusahakan ada bahan untuk ditulis setidaknya satu untuk sehari. Apa saja bisa dijadikan bahan tulisan, termasuk es dawet kesukaanku. Ratih tidak pernah menyangka bahwa es dawet adalah salah satu minuman tradisional kesukaanku selain bubur sumsum.
Ria dan Ratih jelas paling kegirangan ketika upaya menarik perhatian Nathan ini aku lakukan. Ria dan Ratih tentu senang aku jatuh cinta. Namun, kegirangan terbesar mereka tentu saja adalah dengan kesadaranku sendiri aku menulis untuk dibaca yang lain. Kegiatan yang selama berabad-abad telah mereka tunggu supaya aku segera lakukan. Pada saat penantian tersebut zaman es pun berlalu... Hahahaha...
Beberapa teman yang cukup dekat mengomentari tulisanku juga merespon dengan sangat baik. Beberapa yang terdekat bahkan menelpon hanya untuk mengatakan bahwa mereka tidak menyangka aku ada bakat menulis karena kebiasaanku yang kocak dan biasa saja. Entah apa maksud mereka dengan biasa saja itu.
Namun itu tidak berlangsung lama.
***