Ada begitu banyak pilihan perbukitan di Toraja yang bisa dikunjungi. Lalu mengapa Buntu Burake menjadi istimewa? Apakah karena di bukit tersebut ada bangunan setinggi 40 meter? Atau, karena ada jembatan kaca? Atau, karena ada ratusan anak tangga? Atau, karena ada beberapa spot foto yang sangat intragramable?
Buntu Burake adalah salah satu bukit di Tana Toraja yang tiga tahun terakhir menjadi tujuan perkunjungan wisatawan, baik lokal maupun domestik. Jumlah yang berkunjung pun semakin hari semakin banyak terutama dengan dibukanya akses jalan bagi mobil dan motor untuk mendekati bukit tersebut yang di salah satu bukit tertingginya dibangun patung Tuhan Yesus dengan kedua tangan terulur kepada kota Toraja.
Ternyata, sebelum akses mobil terbuka bagi umum, pengunjung Buntu Burake akan berhenti sekitar 200 meter dari tujuan, lalu akan melanjutkan perjalanan menuju patung Tuhan Yesus menggunakan anak-anak tangga tersebut. Penduduk setempat menamakan seribu tangga. Ketika aku tanyakan pada pak Olan, yang menemani kami ke Buntu Burake, apakah ada yang sudah pernah menghitung jumlah anak-anak tangga tersebut. Pak Olan pun tersenyum arif dan berkata, "Mungkin memang seribu. Kan, anak tangganya banyak."
Tiba di tujuan aku melihat para pedagang berjualan di sisi kiri dan kanan jalan yang menanjak menuju patung tersebut. Warung-warung kecil untuk sekedar beristirahat sambil menikmati mie instan kuah yang panas. Juga para pedagang souvenir dan makanan setempat. Aku menyaksikan beberapa rombongan yang datang dengan truk kecil. Jumlah rombongan bisa berkisar 15 - 25 orang.
Ketika tiba di dekat patung dan berdiri memandang ke sekeliling, mata disuguhi pemandangan hijau asri yang memanjang sampai di kejauhan. Kota dengan rumah-rumah kecil di bawah sana. Perbukitan yang berundak-undak laksana tangga diselimuti permadani hijau. Sejumlah gradasi hijau seolah-olah berayun-ayun lembut diantara perbukitan nun di kejauhan.
***
Areal parkir di lokasi tersebut belum bisa menampung jumlah kendaraan yang terus berdatangan. Dengan bidang yang seadanya, para pemilik kendaraan mengatur secara mandiri kendaraan mereka sambil membiarkan ruang yang secukupnya bagi lalu lintas masuk keluarnya kendaraan dari lokasi parkir tersebut.
Beberapa anak muda yang menolong para pemilik kendaraan terus mengatur kendaraan supaya punya akses masuk dan keluar yang mudah bagi kendaraan.
***
Aku baru mengetahui tentang Buntu Burake justru sesudah tiba di wilayah Sulawesi Selatan. Tepatnya di Fort Rotterdam. Bukan. Buntu Burake bukanlah di dekat Fort Rotterdam. Jauh sekali, malah. Fort Rotterdam di Makassar dan berada di dekat laut, sedangkan Burake di Toraja dan berada di perbukitan.
Ketika aku sedang beristirahat di salah satu bagian atas Fort Rotterdam, aku berkenalan dengan dua orang wisatawan lokal. Separuh lokal, tepatnya. Ibu tersebut mengunjungi Fort Rotterdam bersama anak laki-laki tunggalnya. Domisili mereka di Palangkaraya, Kalimantan, namun orangtua si ibu tersebut di Makassar. Si anak sedang libur sekolah ketika kami bertemu.
Dalam perbincangan tersebut, si ibu menyebutkan tentang Buntu Burake dengan patung Tuhan Yesus sambil menunjukkan video tentang lokasi wisata tersebut ketika kemudian aku menyaksikan adanya jembatan kaca.
Ini tentang jambatan kaca. Bisakah membayangkannya?
Ada jembatan kaca mengelilingi separuh patung. Membayangkan kaca, aku membayangkan sebuah benda rapuh yang tidak pernah sanggup menahan massa benda apapun tanpa khawatir tidak pecah..
Aku merasa takjub bukan buatan. Belum lagi tiba di jembatan kaca tersebut, aku sudah membayangkan berjalan di jembatan kaca tersebut, melihat ke bagian bawah kaca sambil menyaksikan barisan rumah-rumah mini dan merasa gentar tak terkira. Campuran takjub dan gentar.
Teman baruku ini menyayangkan cepatnya rencana perjalananku. Aku menanyakan bagaimana cara mencapai Bantimurung, apakah senantiasa tersedia transport pulang dari Bantimurung, apakah aku bisa mengunjungi Bantimurung selama setengah hari atau sekitar 6 jam. Menurutnya, mengelilingi Bantimurung sungguh membutuhkan waktu. Setidaknya seharian penuh, mulai pagi hingga sore. Ternyata, teman baruku ini berniat menemaniku ke Bantimurung....mengendarai motor.
Setiap kali mengingat peristiwa ini, hatiku menghangat.
Sudah pernah mampir ke Bantimurung kah?
***
Dalam kunjunganku ke Buntu Burake, akses ke bagian atas patung Tuhan Yesus tidak dibuka. Bahkan, jembatan kaca pun sedang dalam perbaikan. Namun, sungguh tidak menyurutkan langkah pengunjung untuk datang. Dari yang sekedar berfoto di segala sudut Buntu Burake, hingga piknik bersama keluarga.
Kami menghabiskan waktu nyaris tiga jam di Buntu Burake. Dan, rasa-rasanya tiga jam tidak cukup untuk menyimpan semua pemandangan memikat kota Toraja ke dalam ingatan.
Wajib datang lagi ke Buntu Burake.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H