Mohon tunggu...
Netzaar
Netzaar Mohon Tunggu... -

Hidup yg tak dipertaruhkan tak akan pernah dimenangkan. (Sjahrir)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Aku dan Laut

13 Desember 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_308399" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] hei, kau laut, sang penggenggam samudera, selamat pagi matahari belum lagi terbit di timur namun aku telah duduk di bibir pantaimu sepagi ini, untuk merindu berpuisi denganmu sefajar ini, guna bermesra dengan angin ombakmu pergi aku sejenak dari kepenatan beranjak aku barang sebentar meninggalkan soal dunia melangkah ke sini, tempatmu, sahabatku Tuhan menciptaku bersahabat dengan siapa saja, dalam luas airku ada pesan-pesan, bimbingan-bimbingan, tanda-tanda, dan mungkin ayat suci tak tertulis, jika kau niat berakal, pesan-Nya padaku, terima kasih telah merinduku, sahabat apa yang hendak aku kata, ialah betapa aku berbinar hati dan jiwa dengan ombakmu, ombak, yang meliuk-liuk seperti ingin bermain dengan burung-burung yang bergulung-gulung, seolah ingin mencumbu dengan angin ingin diri ini bergeliat dengan ombakmu, meski hanya sewaktu sebab tangan dekil yang mustahil menggapai, doa berpamrih yang urung mengantar—tak kunjung sampai, haru biru cengeng yang bermimpi berjumpa, akal dangkal yang berangan mengerti tentang dirimu, sahabatku ... dan tentang Tuhan-mu, sahabatku .. maka hanya hormat dan cinta ini yang mampu aku bungkukkan padamu maka hanya merindu terlalu ini yang bisa aku sujudkan pada pencipta-Mu ingin belajar menangkap pesan-Nya melaluimu bisakah kau tunjukkan padaku, sahabatku, sebelum matahari bekerja hari ini menyudahi cintaku padamu yang belum akan selesai satu kalimat saja, sahabatku sebelum aku kembali pada hiruk-pikuk dunia, sebelum aku berdiri tegak lagi menghadapi ujian-ujian-nya, sebelum aku kembali berperang dengan diriku sendiri, sahabatku ... kau pasti mengerti, aku adalah hilir dari segala sungai ada sampah, limbah, dan segala macam yang kau jijik dengannya dan di sana ku terima semua dengan sukacita ku terima semua dengan tenang seperti kau lihat genangan airku yang tenang kala siang Tuhan mengajariku, untuk menerima semua pemberiannya, baik ataupun buruk sebab semua ciptaan-Ku telah Ku anugerahi samudera, kata-Nya padaku. tak terkecuali kau, sahabatku aku hanya bisa berpesan: kelebihan dan kekuranganmu adalah amanat-Nya dalam kelebihanmu ada amanat untuk berbagi pada sesamamu dalam kekuranganmu ada amanat untuk terus belajar memperbaiki diri dan berendah hati Dia sangat mencintaimu, sahabatku, percayalah kau adalah makhluk termulia-Nya, yakinlah hanya itu sahabatku, selamat berkarya, aku takkan kemana-mana jika rindumu tak tertahankan, datanglah kemari aku akan setia berada di sini menunggu kisahmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun