[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Gerbong wanita Commuter Line penuh sesak saat jam sibuk. (Kompas.com/Desy Afrianti)"][/caption] Ber'commuter line adalah hal yang mulai jadi kebiasaan bagi masyarakat di luar dan dalam Kota Jakarta. Selain harganya yang terjangkau, menggunakan commuterline juga cepat *apalagi khusus yang tinggal di Bogor, Bekasi, Tangerang dan Serpong sampai daerah-daerah ujung Provinsi Banten, pastilah commuterline merupakan transportasi idola. Akan tetapi naik commuterline ternyata masih banyak tantangannya. Coba perhatikan saja ketika naik turun penumpang pada pukul sekitar 3-7 malam di stasiun-stasiun. Apakah yang kita dapati? Ketika commuterline berhenti, pasti kita akan mendengarkan pengumunan "... mohon utamakan penumpang turun..." setelah itu "bagi penumpang yang tidak bisa masuk.. tunggu commuterline selanjutnya"... Faktanya, para penumpang seperti tidak mengindahkan akan pengumuman tersebut. Ketika turun naik penumpang pada jam padat, para penumpang turun selalu kesulitan karena para penumpang naik sudah berdiri tepat di depan pintu masuk keluar. Posisi berdirinya saja sudah mengganggu proses apalagi pelaksanaan turun-naiknya, akibatnya terjadi dorong mendorong dan berbenturan satu sama lain. Tidak perempuan dan laki-laki, selalu turun naik penumpang selalu menjadi persoalan bagi pengguna jasa commuterline. Kalau dahulu commuterline sudah sukses dengan pengubah perilaku masyarakat untuk lebih tertib mengunakan kartu comet agar tidak ada lagi penumpang gelap atau penumpang yang duduk di atas kereta, akan tetapi seperti untuk turun-naik penumpang tidak menjadi perhatian khusus bagi PT. KAI. Jika belajar dari beberapa negara, mereka memberikan batasan bagi penumpang naik dan turun, seperti sign board ditulis "penumpang naik berdiri di sisi kanan dan kiri pintu" agar membuka jalan bagi penumpang turun, selain itu ada petugas yang membantu. Oh iya, kalau di commuterline, saya juga gak ngerti petugasnya untuk apa ya.. kalau dulu sih ada fungsinya buat ngecek karcis, sekarang kok mereka diam saja dan hanya bantu "tolong pak/bu, ada ibu hamil".. tapi ketika penumpang naik-turun sepertinya disfungsi. Kalau bisa difungsikan saja mereka untuk buka jalan akan lebih baik deh. Atau pake sistem pintu masuk dan pintu keluar saja agar lebih efektif. Daripada dorong dan berbenturan satu dengan yang lain, bikin orang jadi marah, trus mengeluarkan kata-kata yang tidak baik dan membuat orang jadi kesal, kenapa gak buat dibuat sistem aja agar semua menjadi nyaman, kan namanya juga "layanan publik".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H