Diceritakan pada novel tersebut, ‘Aku’ dan ‘Kamu’ merupakan dua orang teman akrab. Seiring berjalannya waktu keakraban tersebut membuat ‘Aku’ merasa semakin nyaman, hingga ‘Aku’ merasakan jatuh cinta kepada ‘Kamu’. ‘Aku’ tidak dapat membuat alasan hal apa yang membuat dirinya mencintai ‘Kamu’. Sosok Aku sudah terlanjur merasa nyaman dengan kehadiran ‘Kamu’ di setiap harinya. Selama bertahun-tahun sosok ‘Aku’ memendam perasaan tersebut karena dirinya belum memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya kepada ‘Kamu’ karena masih banyak keraguan dan tidak ingin merusak pertemanan mereka. Selain itu, ‘Aku’ juga takut dengan kata penolakan. Di sisi lain, tokoh Kamu tidak kunjung menyadari bahwa ‘Aku’ memiliki rasa yang lebih daripada arti pertemanan tersebut.
Tidak dapat menahan perasaan yang dipendam selama ini, akhirnya ‘Aku’ memutuskan untuk memberanikan diri mencoba mengungkapkan perasaan cintanya tersebut kepada wanita idamannya yaitu ‘Kamu’. Kabar baiknya perasaan cinta tersebut diterima baik oleh ‘Kamu’ sehingga sejak saat itu mereka resmi menjalin hubungan atau pacaran. Setelah kejadian tersebut tokoh Aku tampak lebih bersemangat, bahagia, dan ceria dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Hal-hal semacam itu benar-benar tergambar diraut muka sosok Aku. Banyak kenangan manis dan berkesan selama mereka menjalani hubungan tersebut.
Hingga tibalah pada suatu momen yang dapat merepresentasikan kata ‘Cinta Tak Selamanya Indah.’ Hal inilah yang dirasakan oleh dua sepasang kekasih tersebut. Perlahan tokoh Kamu menunjukkan sikap dan perilaku berbeda yang membuat ‘Aku’ curiga. Pada suatu waktu, ‘Kamu’ diketahui melakukan perselingkuhan di balik ‘Aku’ secara diam-diam dengan lelaki lain. Momen tersebut memuat hati ‘Aku’ terasa teriris-iris. Kejadian tersebut membuat ‘Aku’ dan ‘Kamu’ berdebat untuk mencari kebenaran satu sama lain, namun yang namanya perselingkuhan tidak dapat dibenarkan.
Dari kejadian tersebut ternyata hubungan ‘Aku’ dan ‘Kamu’ tidak dapat diperbaiki lagi. Namun, di satu sisi ‘Aku’ masih sangat mencintai ‘Kamu,’ sementara ‘Kamu’ secara terang-terangan lebih memiliki sosok lelaki yang menjadi selingkuhannya tersebut di depan hadapan ‘Kamu.’ Setelah kejadian tersebut waktu terus berjalan dan harus tetap menjalankan hidup sebagaimana mestinya. Sosok Aku butuh waktu yang sangat lama hingga bertahun-tahun untuk dapat melupakan segala kenangan indah sewaktu masih bersama ‘Kamu.’ Dan pada akhirnya, sosok Aku meyadari bahwa setiap orang berhak untuk merasakan jatuh cinta kepada siapa saja, namun cinta tersebut tidak bisa dipaksakan, dan cinta tidak selamanya harus dapat dimiliki terkadang kita juga butuh untuk melepaskan dan mengikhlaskannya agar orang yang kita cintai jauh lebih bahagia dengan pilihannya. Dan mengikhlaskan lah yang menjadi takdir ‘Aku’ pada episode percintaannya kala itu.
“Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kita bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya,” (Fiersa Besari, 2016). Entah hidup seperti apa yang merubah sosok Aku pada novel ini baik sebelum, saat, dan sesudah peristiwa hubungan tersebut. Serta bagaimana perjalanan ‘Aku’ dalam meraih dan mengikhlaskan cintanya yang tulus tersebut, mari temukan jawabannya dengan kamu membaca novel ‘Garis Waktu” yang dapat ditemukan di toko buku terdekat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H