Penulis akan menjelaskan pengaruh dan respon yang diperlukan untuk menyikapi kebijakan menpan terhadap industri Hotel dimana lembaga pemerintahan dilarang melakukan kegiatan rapat di Hotel.
Menurut pengamatan dan pengalaman penulis selama 2 tahun bekerja dan 4 tahun studi terhadap industri Hotel , khususnya di kota Bandung, rata rata pengeluaran (Expenditure) lembaga pemerintahan untuk rapat di hotel kota bandung adalah sebesar Rp 30.000.000 - Rp 200.000.000,- untuk satu kali rapat tergantung dari budget & skala rapat (Small to Large Meeting) dengan sistem pembayaran Pasca Bayar, belum lagi ada proses Mark Up maximal 30 % dari tagihan aktual, jika memungkinkan tidak segan segan pihak yang bersangkutan meminta Tagihan (Invoice) fiktif / palsu ke hotel.
Jika diasumsikan Government sebagai Pangsa Pasar (Market Share) yang potensial bagi industri Hotel di kota Bandung , maka bisa di ilustrasikan didalam diagram dibawah ini :
Pangsa Pasar Government untuk beberapa jenis hotel, khususnya jenis Convention, business & city hotels di Bandung menghasilkan kontribusi revenue hingga mencapai 60 % dari revenue bulanan mereka (Sumber : Monthly Room Revenue beberapa Hotel bintang 4 di kota Bandung). Hal ini menunjukkan bahwa ada ketergantungan yang cukup besar bagi pemilik industri hotel terhadap Government. Padahal secara ideal untuk sebuah Hotel, Pangsa Pasar Government setidaknya tidak lebih dari 10 % dari pangsa pasar keseluruhan (Sumber : AH& LA) – American Hotel & Lodging Association. Hal ini sudah menjadi fenomena bagi industri Hotel, khususnya di kota Bandung.
Kita bisa menghitung estimasi / perkiraan revenue yang LOSS hingga Rp 200.000.000/bulan bagi industri Hotel yang sudah lama atau baru saja ketergantungan menikmati uang segar dari sektor Government. Bagaimana Industri Hotel menutupi revenue yang hilang hingga ratusan juta rupiah ? Ditambah Industri Hotel memiliki karakter Variable Cost > (lebih besar) daripada Fixed Cost (Variable Cost Vs Fixed Cost) Pepatah dari Amerika mengatakan ; Every cloud has a silver lining yang artinya setiap ada permasalahan, pasti ada pula solusinya.
Penulis akan berbicara langkah – langkah yang menurut penulis perlu direnungkan oleh industri Hotel, khususnya di kota Bandung, karena penulis memiliki kepedulian terhadap industri hotel dan pariwisata, khususnya di kota Bandung. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.Ketika produk dan service suatu hotel menjadi Generic / standar didalam Marketplace dimana alternatif atau pilihan pasar sudah terlalu banyak, maka Hotel perlu melakukan langkah Differentiation / diferensiasi yang berfungsi untuk membedakan produk dan servicenya baik diantara kompetitor dan didalam marketplace sehingga pasar menjadi tertarik untuk membeli produk/service yang ditawarkan oleh Hotel dan memiliki Brand Positioning yang sangat eye catching di mata pasar (Distinctive Positioning). Diferensiasi bisa meliputi : Diferensiasi didalam produk, diferensiasi didalam service, diferensiasi didalam harga, atau diferensiasi didalam substitutes product (Sumber : P. Kotler : Marketing for Hospitality & Tourism 5th edition). Dan bisa juga dengan cara menambahkan value atau didalam ilmu marketing sangat dikenal dengan istilah Added Value.
Unsur diferensiasi biasanya ditemukan didalam pertanyaan berikut ini; “ Hal Apa saja yang membedakan Hotel A dengan Hotel B, C atau yang sejenisnya?” dan “ Hal Apa saja yang membuat Tamu merasa layak mengeluarkan uang untuk produk atau service yang ditawarkan oleh Hotel?”. Tetapi langkah ini hanya akan tepat (effective) bila hotel sudah memiliki data Market Research yang akurat baik data dari lembaga penelitian ataupun riset yang dilakukan secara independen. Langkah diferensiasi tidak bisa dilakukan ketika management mengambil keputusan secara hipotesa atau praduga. Jika management mengambil keputusan berbasis hipotesa (hanya menduga – duga tanpa ada data penelitian pasar), akan selalu ada RISK atau resiko yang mahal (Costly) untuk memperbaikinya, bahkan bisa saja kehilangan salah satu pangsa pasarnya.
2.Memperbaiki atau mengupgrade sistem CRM (Customer Relationship Management) suatu Hotel. Bisnis Hotel adalah bisnis jasa (service), disitulah kekuatan industri Hotel dan mulai dari aspek itulah market membutuhkan Hospitality. Inti dari CRM adalah meningkatkan, memperkuat dan memperbaiki hubungan antara tamu atau calon tamu dengan Hotel secara jangka panjang (Long Term Relationship) yang pada akhirnya menghasilkan value kepada tamu. CRM juga bisa dilakukan dalam penanganan Service Recovery seperti penanganan pada Guest Complain.
Seorang pakar marketing hotel Phillip Kotler menyatakan : “ The cost of attracting a new customer maybe 5 (five) times the cost of keeping a current customer happy.” (Biaya untuk menarik tamu baru bisa menjadi 5x lebih boros daripada mempertahankan tamu lama atau pelanggan yang bahagia). Hotel dapat membeli patent software Sistem CRM ataupun membangun atau memperbaiki sistem sendiri. Apapun sistemnya, CRM seharusnya mempermudah interaksi ataupun Relationship antaratamu dengan Hotel tanpa dibatasi oleh birokrasi hotel yang terkadang dapat menyulitkan tamu. Sehingga dalam hal ini, tidak menganggu SOP (Standar Operation Procedure) Hotel ataupun kepentingan & HAK TAMU sebagai CUSTOMER.
3.Mengoptimalkan Hotel’s Revenue Management (RM) didalam penerapan Pricing Strategy yang berupa Discriminatory Pricing. RM bisa dibilang gampang – gampang susah tetapi yang jelas dalam bermain RM WAJIB MEMERLUKAN SETIDAKNYA DATA DAN RISET YANG AKURAT MENGENAI PERILAKU MEMBELI CUSTOMER (Customer’s Buying Behaviour) INFORMASI DAN DATA SANGAT DIPERLUKAN SEBANYAK MUNGKIN, Jika Hotel tidak memiliki data akurat tentang itu, maka akan sangat susah dan hanya buang buang waktu untuk menerapkan RM. SALAH SATU DATA YANG BISA DIJADIKAN ACUAN ADALAH STR REPORT (SMITH’S TRAVEL REPORT) didalamnya lengkap berisi COMPETITOR ANALYSIS REPORT (DAILY, WEEKLY , MONTHLY & ANNUALY).
Didalam industri Hotel hal ini cukup mendasar untuk menetapkan harga kamar (room rate) tetapi sangat krusial di era digital sekarang ini dimana harga sangatlah sensitif oleh pasar didalam keputusan membeli (Buying decision) ditambah market saat ini semakin GLOBAL seolah tak ada batasan geografis. Hal ini bisa saja terdengar atau terlihat rumit, tetapi jika ini strategi yang sangat sensitif, sangat patut untuk direnungkan bahkan diterapkan didalam industri Hotel. Kita bisa mengambil konsep dari David Hayes & Miller (Revenue Management for Hospitality Industry : 2011). Sebelum membuat discriminatory pricing atau Penetapan harga yang berubah - ubah, Hotel perlu membedakan harga berdasarkan :
-Lokasi, ya lokasi bisa mempengaruhi harga kamar, tergantung perceived value (persepsi value) dari customer itu sendiri. Contoh : Jika customer memiliki persepsi value lokasi hotel di tengah kota itu dipersepsikan baik, maka hotel yang memiliki keuntungan dari sisi lokasi bisa menaikkan harga kamarnya & sebaliknya.
-Time atau waktu, inti dari unsur waktu adalah menjual kamar kepada customer yang tepat, dengan harga yang tepat dan di saat yang tepat. (Kondisi ini bisa berubah ubah dalam waktu yang singkat dan cukup unpredictable, Hotel wajib memiliki data FORECAST DEMAND & SUPPLY yang AKURAT, ketika forecast tidak akurat , maka penetapan harga bisa berubah menjadi boomerang.
-Source of Bookings / Distribution Channels, Penetapan harga bisa dibedakan dari perilaku customer dalam memesan kamar dari berbagai sumber booking, baik itu direct ke hotel, lewat offline travel agent atau online travel agent (OTA). Contoh sumber booking bisa dilihat dari gamber berikut ini :
-Product Versioning / Product’s Differentiation, semakin unik produk dari Hotel dimata pasar, maka value akan naik, jika value sudah naik, maka harga kamar bisa berubah ubah pula tergantung dari persepsi pasar. Value hanya dapat dinilai dari kacamata pasar dan publik, bukan dari kacamata perusahaan saja.
Sebetulnya masih banyak langkah yang bisa dilakukan , tetapi poin poin yang dijelaskan diatas hanyalah baru permukaan saja. Didalam berstrategi, selalu ada aturan main yang tidak bisa dilewati, yaitu : RESEARCH, CREATE/MODIFY THEN EVALUATE. Pada kenyataannya, banyak Marketer di kota Bandung yang menerapkan strategi berbasis Hipotesa atau PRADUGA saja , tidak dilengkapi dengan RESEARCH, RESEARCH , RESEARCH. Menciptakan bisnis Hotel itu persoalan mudah, menjaga dan meng operasikan secara konsisten (LONG TERM) dan optimal itu perkara lain. Dibutuhkan dedikasi dan Passion yang luar biasa untuk menjadikannya optimal secara konsisten. Tidak hanya optimal tetapi juga konsistensi yang paling penting dan mendasar.
Ditulis oleh :
Netron Paris
Bandung, 18 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H