Arka berdiri di depan warung dan memandang deretan menu yang tersaji di balik etalase kaca. Beberapa kali dia terlihat menelan ludah dan mengusap mulutnya. Matanya tak lepas menatap orang-orang yang berada di dalam warung. Sepertinya dia ingin juga menyantap makanan seperti  mereka. Akan tetapi, apalah daya dia tak memiliki cukup uang untuk membeli makanan tersebut.
Arka merogoh sakunya dan mengambil beberapa lembar uang yang dia dapat hari ini. Dia menghitung uang ribuan yang ada ditangannya. Hanya ada enam ribu rupiah, sedangkan harga seporsi nasi padang lima belas ribu kata penjual kemarin.
Hari ini, tisu yang dia jual baru laku enam pak dan hasilnya masih jauh jika ingin membeli sebungkus nasi padang. Terbayang wajah Rena, adiknya. Tadi pagi, Rena merengek kembali. Dia ingin sekali makan nasi padang berlauk ayam goreng.
"Semangat!" ucapnya seraya mengepalkan tangannya ke atas. Arka berbalik meninggalkan warung nasi padang Bundo Rasa. Dia berlari menuju jalan raya. Tampak lampu merah menyala, dia segera menjajakan tisu kepada para pengguna jalan.
"Tisu, Om?" tawarnya kepada seseorang yang berada dalam mobil.
Kaca mobil diturunkan, tampak seorang laki-laki muda berkacamata duduk di belakang setir.
"Berapa harganya?" tanyanya ramah.
"Lima ribu, Om." Arka menjawab dengan sopan.
"Ya udah, ambil dua pak, ya."
Arka mengangguk dan menyerahkan dua pak tisu. Laki-laki itupun menyerahkan selembar uang berwarna hijau pada Arka.
"Maaf, Om. Uangnya saya ...."
"Sudah, ambil saja kembaliannya untuk kamu," ucap laki-laki itu sambil menutup kaca mobil.
Bersamaan itu lampu hijau pun menyala. Arka tertegun sejenak dan tersadar saat bunyi klakson kendaraan dibelakangnya berbunyi nyaring.
"Terima kasih, Om!" teriak Arka girang. Dia segera berlari ke pinggir jalan raya.
"Alhamdulillah, rejekinya Rena," gumamnya senang. Arka menghitung kembali uang hasil penjualan hari ini. Dia sisihkan uang pemberian pembeli tadi dan menggabungkan dengan keuntungannya hari ini. Total ada delapan belas ribu rupiah. Sementara uang setoran dia masukkan ke kantong plastik.
"Uang ini cukup untuk membeli nasi padang untuk Rena," ucap Arka lirih. Uang itu dia genggam erat.
Arka tersenyum bahagia, niatnya membelikan nasi padang untuk adik tercinta segera terlaksana. Dia segera menuju warung dan memesan sebungkus nasi padang lengkap dengan lauk ayam goreng. Terbayang wajah bahagia Rena mendapati makanan yang dia bawa. Â
Matahari beranjak ke barat saat Arka berjalan menuju arah pulang. Kaus lusuhnya bau keringat karena terik matahari. Seragam sekolah dia masukkan dalam tas.
Anak usia sepuluh tahun itu sudah sejak setahun ini berjualan tisu setiap pulang sekolah. Dia lakukan untuk membantu neneknya. Ayah Arka pergi meninggalkannya sejak Arka berusia tujuh tahun. Sementara ibunya, mengais rejeki ke negeri seberang sebagai asisten rumah tangga. Mereka hanya tinggal bertiga di gubuk kecil, di pemukiman padat yang kumuh.
Arka berjalan tergesa menuju rumah, tak sabar rasanya melihat Rena memakan nasi padang. Dia juga akan mengincip bagaimana rasanya nasi padang itu. Tampaknya lezat sekali. Sesekali dia bersenandung riang.
Braakkk!
Arka tersungkur dan sebungkus nasi padang terlempar, lepas dari tangannya. Sebuah sepeda motor yang melaju cepat menyerempetnya. Pengendara itu juga tak berhenti untuk  menolong Arka. Â
Arka mencoba bangun dan berjalan tertatih menuju bungkusan nasi tadi. Dia memungut ayam goreng yang terlempar dan membersihkannya. Sebagian nasi juga terhambur. Bulir air mata menetes dari kelopak matanya. Tangan mungilnya membungkus kembali sisa nasi dan ayam goreng tersebut.
"Maafkan aku, Rena!" ucapnya lirih sambil mengusap air mata.
Arka berjalan tertatih menuju rumah. Tangan dan kakinya terluka. Namun semua tak dirasakannya, dia hanya ingin melihat Rena bahagia.
Di depan pintu gubuk, Rena sudah menyambutnya. Senyum gadis kecil usia delapan tahun itu membuat hatinya bersedih. Bagaimana jika dia tahu kalau nasi padang itu sebagian kotor karena terjatuh?
Rena segera menyambut bungkusan yang Arka pegang kemudian membukanya.
"Kakak, ayam gorengnya kotor. Ayamnya jatuh ya?" tanya Rena tampak heran.
Arka mengangguk sambil meringis menahan sakit.
"Maafkan, Kakak. Tadi Kakak jatuh," jawab Arka merasa bersalah. "Ndak usah dimakan, Ren. Besok Kakak belikan lagi," lanjut Arka sambil bersandar di bale-bale.
Rena berjalan mendekat sambil membawa sebungkus nasi padang yang dia taruh di piring. Â
"Kak, ayam gorengnya sudah Rena bersihkan. Ini masih bisa dimakan kok. Kak Arka jangan nangis, ya!" kata Rena sambil mengusap air mata Arka. Arka tersenyum melihat sikap Rena. Â
"Maafkan Kakak ya, Ren!" Rena menggeleng.
"Kak Arka pulang dengan selamat saja, Rena sudah bahagia, Kak," kata Rena sambil membersihkan luka Arka kemudian mengobatinya. "Rena sedih, justru kalau kakak seperti ini," lanjutnya.
Arka terdiam dan mengusap rambut Rena. Adik kecilnya yang manja tapi baik. Dia berjanji akan selalu menjaga Rena sampai kapan pun.
"Kita makan bersama yuk!" ajak Rena sambil menyodorkan piring berisi bungkusan nasi padang pada Arka. Arka tampak ragu karena dia membelikan nasi padang itu hanya untuk Rena. Akan tetapi, dia juga ingin tahu rasa nasi padang itu seperti apa. Â
Rena menyuap tampak nikmat sekali, meski ayam goreng sebagian kotor. Arka mengambil sesuap dan memakannya. Â Nikmat sekali.
Kedua kakak beradik itu begitu menikmati sebungkus nasi padang. Sesekali terdengar gelak tawa dari keduanya. Meski dalam kekurangan mereka selalu bahagia dan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H