Langkah opresif politik telah diambil PM Turki (Turkey) Recep Tayyip Erdogan berupa pemblokiran situs jejaring sosial Twitter mulai 22 Maret lalu. Hal ini tentu saja menjadikannya sebagai bahan pembicaraan kelas dunia. Gosipnya sih, blokade di alam maya ini akan diikuti oleh penghentian (sementara) dua ‘kawan sejenisnya‘ yang lain, yakni Youtube dan Facebook.
Langkah tersebut diambil karena maraknya tuduhan-tuduhan korupsi yang diunggah di Twitter dan ditujukan pada Pemerintahan Erdogan. Akibatnya emang ada beneran sih: beberapa menterinya mengundurkan diri atau dicopot dari jabatannya. Jelas aja, PM tersebut mengartikannya sebagai perlawanan terselubung dari lawan-lawan politiknya.
Maklumlah, tanggal 30 Maret akan diselenggarakan Pesta Demokrasi terbesar di negara tersebut, selisih waktu sedikit ya dengan Pemilu di negara kita. Karena itu pembekapan kebebasan publik yang sangat kontroversial itu disamarkan sebagai langkah antisipatif menyambut Pemilu tersebut.
Keputusan pemblokiran ini sudah disahkan oleh pihak lembaga hukum terkait, berupa empat perintah pengadilan, yang muncul secara otomatis ketika twitter diakses.
Sudah pasti Amerika Serikat, berkoar-koar atas aksi sewenang-wenang Pemerintah Turki dalam melanggengkan kekuasaannya. Langkah pengontrolan terhadap rakyat Turki ini dianggap melanggar batas sehingga dicap oleh negara adikuasa sebagai ‘21st century book-burning’. Yah, kira-kira artinya sensor atau oppression dalam bentuk penghancuran tulisan atau sejenisnya karena alasan ancaman subyektif.
Secara ekonomi pemberangusan demokrasi ini telah menyeret bursa saham disana (Borsa Istanbul 100 Index atau XU100), yang jatuh sebesar 14% bergandengan tangan dengan terjunnya nilai lira (penurunan mata uangnya atau currency depreciation) sebesar 9%.
Bisa dibayangkan jika semua ini terjadi di Indonesia...
Ada gambar lucu dari banner yang dibawa para demonstran, seperti di bawah ini:
[caption id="attachment_328453" align="aligncenter" width="628" caption="Ilustrasi: Bloomberg"][/caption]
Mungkin itu hadiah sang burung untuk orang yang mengikat paruhnya ya? Hihi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H