Saat gurunya hendak membantunya untuk berbicara dengan kepala sekolah dan mendukungnya untuk melaporkan para pelaku, dia pun ketakutan akan apa yang nantinya akan dipikirkan ibunya, dan juga yang akan dia tuntut adalah anak-anak orang kaya yang dimana tentu akan sulitTerutama saat para pelaku itu malah tidak merasa bersalah sama sekali dan malah melakukan pelecehan verbal padanya.
Saat seorang sutradara film documenter mendekati Ani dewasa untuk wawancara atas kejadian penembakan masal di sekolahnya dulu, Ani sempat menolak karena tidak ingin lagi berurusan dengan masa lalu mengerikan itu. Terutama saat salah satu survivor yang kini cacat dan menulis buku sold out mengenai peristiwa itu adalah salah satu pemerkosanya dulu.
Tunangan Ani digambarkan sebagai pria sempurna. Tampan, kaya raya, atletis, dan mencintainya dengan segala masa lalunya. Tetapi dengan sikap Ani yang terkadang tantrum dan emosional, tunangannya itu juga digambarkan tidak memiliki pemahaman sejauh itu mengenai dampak besar dari kejadian traumatis yang dialami Ani.Â
Saya sebagai penonton saja menyadari bahwa Ani tidaklah benar-benar pulih dari traumanya dan segala sesuatu yang memicu memorinya membuatnya tidak nyaman dan selalu berakhir dengan pertengakaran dengan tunangannya.Â
Ini menggambarkan realita nyata bahwa sebesar apapun toleransi orang lain yang menerima masa lalu kita, dia tidak akan pernah mengerti bagaimana yang dirasakan penyintas dan pemicu-pemicu itu adalah luka emosional yang seharusnya diobati. Orang pasti akan beranggapan bahwa itu sudah berlalu, hidupmu terus berlanjut, lihatlah dimana kau sekarang. Singkatnya "lupakan saja".
Pada akhirnya Ani setuju untuk wawancara yang dilakukan sutradara film dokumenter itu atas dukungan tunangannya. Tak disangka dia malah bertemu dengan Dean (penyintas penembakan masal sekolah yang cacat permanen sekaligus yang dulu memperkosanya).Â
Di sini digambarkan si sutradara tahu riwayat diantara mereka, mangkanya dia sengaja tidak mempertemukan Ani dengan Dean. Ani yang marah dan teringat kembali langsung keluar dan tidak lagi ingin diwawancarai.Â
Namun, menariknya selama scene ini, kita kembali melihat kilas balik kejadian mengerikan dimana teman Ani yang sering dibully oleh para pemerkosa ini, tiba-tiba menjadi murka dengan melempar granat dan menembaki sekolah. Dia bahkan membunuh dua dari pelaku itu untuk membela Ani.Â
Saat Ani lari dan menemukan Dean yang tidak berdaya di kantin, teman Ani yang lain (yang juga korban bully) datang dengan senjata laras panjang, bersiap untuk membunuh Dean dan menawarkan Ani untuk melakukannya sebagai balas dendam. Ani yang berkutat dengan hati nuraininya pun malah menusuk temannya itu sampai mati.Â
Menariknya, selagi kita melihat kilas balik kejadian itu, kita disuguhkan dengan pernyataan dan jawaban Ani saat diwawancarai justru berkebalikan dari yang sebenarnya terjadi.
Ani digambarkan ingin menutup rapat segala kebenaran itu karena teringat bagaima dia yang selamat justru difitnah telah bersekongkol dengan dua pelaku penembakan sekolah yang merupakan temannya. Alih-alih mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekatnya, karakternya dimatikan dengan fitnahan itu.Â