Berdasarkan hasil uji materil yang diajukan oleh Muhnur Satyahaprabu mengenai Pergub Lampung No 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan tersebut. Pergub ini bertentangan dengan Undang-Undang PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) serta Undang-Undang.
Hal itu tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1P/HUM/2024 terkait perkara uji materiil yang diajukan pejabat pengawas lingkungan hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beserta unsur masyarakat.
Selain dampak ekologis, nyatanya kebijakan yang di keluarkan oleh gubernur ini bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya.
Beberap peraturan perundang-undangan tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Cara membakar hasil Panen tebu ini memang dapat menghemat biaya panen, Akan tetapi tindakan ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar seperti kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat terutama pernafasan akibat asap dan debu yang dihasilkan dari pembakaran hasil panen tersebut.Â
Menggunakan metode panen seperti ini hanya akan memberikan keuntungkan bagi perusahaan perkebunan tebu, namun justru sangat merugikan publik apabila dilihat dampak yang ditimbulkan dari pembakaran panen tebu ini. Maka dari itu keputusan MA untuk mencabut Pergub tersebut dinilai sebagai Putusan yang sangat baik bagi publik maupun lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H