Mohon tunggu...
Nesti Nadila
Nesti Nadila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa Semester 1 Fakultas Ilmu pendidikan

Mahasiswa Universitas Muhammaddiyah A.R Fachruddin - Mahasiswa universitas Muhammaddiyah A.R Fachruddin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Peminisme dalam Karya Sastra

9 Desember 2024   17:47 Diperbarui: 9 Desember 2024   17:51 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siti Nurbaya" adalah salah satu karya sastra Indonesia yang pertama kali menggambarkan konflik yang dihadapi oleh perempuan dalam masyarakat patriarkal. Cerita ini berfokus pada Siti Nurbaya, seorang perempuan yang dipaksa menikah dengan seorang pria yang lebih tua, Paduka Angku, meskipun dia mencintai orang lain. Ketidaksetaraan dalam hal hak perempuan terhadap pilihan hidup mereka menjadi isu sentral dalam novel ini.

Dari perspektif feminis, "Siti Nurbaya" menunjukkan bagaimana perempuan pada zaman tersebut tidak memiliki kendali atas hidup mereka, terutama dalam urusan pernikahan. Dengan pendekatan feminis, kita bisa menganalisis bagaimana norma sosial pada waktu itu menempatkan perempuan sebagai objek yang harus mengikuti kehendak keluarga dan masyarakat, meskipun itu mengorbankan kebahagiaan pribadi mereka. Tokoh Siti Nurbaya mencerminkan penderitaan perempuan yang dikekang oleh struktur patriarkal, dan ini bisa dianalisis untuk menunjukkan bagaimana ketidaksetaraan gender tercermin dalam sastra Indonesia di masa itu.

2. "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer

Dalam "Bumi Manusia", Pramoedya Ananta Toer mengangkat tema perjuangan perempuan dalam menghadapi penjajahan dan ketidaksetaraan sosial. Tokoh Nyai Ontosoroh adalah gambaran kuat dari perempuan yang hidup di bawah dominasi patriarki dan kolonialisme. Ia merupakan seorang perempuan pribumi yang diperlakukan sebagai "gundik" oleh seorang penjajah Belanda, tetapi Nyai Ontosoroh bukanlah korban pasif. Ia memiliki kekuatan dan keberanian untuk melawan ketidakadilan yang diterimanya, baik dari masyarakat kolonial maupun dari masyarakat pribumi.

Analisis feminis dalam karya ini dapat menggali bagaimana perlawanan Nyai Ontosoroh terhadap sistem sosial yang patriarkal dan kolonial menunjukkan kekuatan perempuan dalam melawan dua bentuk penindasan sekaligus. "Bumi Manusia" menyajikan gambaran tentang ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan pribumi dalam era kolonialisme, dan feminisme dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana Nyai Ontosoroh memperjuangkan hak-haknya dan menantang sistem yang menindas perempuan.

3. "Perempuan Berkalung Sorban" karya Azhari Aiyub

"Perempuan Berkalung Sorban" adalah novel yang menggambarkan pergulatan seorang perempuan bernama Aisyah, yang hidup dalam masyarakat yang sangat patriarkal dan konservatif. Aisyah mengalami penderitaan fisik dan psikologis akibat penindasan oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarganya dan masyarakat. Dia terperangkap dalam pernikahan yang tidak diinginkan dan hidup di bawah dominasi suami yang otoriter. Novel ini mengangkat masalah-masalah yang dihadapi perempuan dalam masyarakat yang terikat pada tradisi dan norma agama yang sering kali menindas hak perempuan.

Dari sudut pandang feminis, "Perempuan Berkalung Sorban" dapat dianalisis untuk mengeksplorasi tema tentang kebebasan dan hak perempuan dalam menentukan jalan hidup mereka. Dalam karya ini, Aisyah berusaha melawan struktur patriarkal yang menindasnya dan mencoba untuk mencari kebebasan pribadi. Kritik sastra feminis dapat menyoroti bagaimana karya ini menggambarkan perjuangan perempuan dalam melawan batasan-batasan sosial, tradisi, dan keagamaan yang membatasi potensi mereka.

4. "Anak Semua Bangsa" karya Pramoedya Ananta Toer

Selain "Bumi Manusia," karya lain Pramoedya Ananta Toer, "Anak Semua Bangsa", juga dapat dianalisis melalui lensa feminis. Meskipun cerita utamanya berfokus pada perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda, peran perempuan dalam konteks tersebut juga sangat penting. Karakter perempuan dalam karya ini, seperti Minke yang merupakan tokoh utama, terlibat dalam dinamika sosial yang menunjukkan ketidaksetaraan gender, terutama ketika perempuan dihadapkan pada pilihan antara cinta dan perjuangan politik.

Melalui analisis feminis, kita bisa melihat bagaimana posisi perempuan dalam konteks perjuangan kemerdekaan dan kolonialisme dipengaruhi oleh pandangan sosial yang patriarkal. Sejumlah karakter perempuan dalam novel ini menantang norma-norma yang berlaku dan memperjuangkan hak-hak mereka dalam konteks yang lebih luas, baik dalam politik maupun kehidupan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun