Zaman sekarang hampir semua orang memiliki kartu kredit. Tapi berapa persen orang yang benar-benar paham cara menggunakan kartu kredit dan cerdasberutang supaya tidak kebablasan dan tidak terbelit utang hingga di kejar-kejar deb collector.
Ada teman kantor saya, saat dia membuka dompetnya tampak indah deretan kartu kredit dari beberapa bank dan katanya setiap kartu kredit yang dia punya memiliki pagu kredit yang lumayan besar. Saya sempat kagum, "wah hebat ya". Kenapa saya bilang hebat karena tidak mudah mengajukan kartu kredit lalu disetujui apalagi mendapat pagu kredit yang besar.
 Saat itu saya tidak memiliki kartu kredit karena buat saya kartu kredit sama dengan berutang dan  berutang memang tidak pernah ada dalam kamus saya. Jadi jika saya membutuhkan dana yang besar atau menginginkan sesuatu dengan budget yang banyak saya lakukan dengan menabung.
Saya sempat tergoda melihat kartu kredit teman saya yang berderet dan diiming-imingi mudahnya bertransaksi "tinggal gesek bayar nanti pas gajian" dan satu lagi motto dari teman saya hutang itu bikin semangat kerja.
Untungnya iman saya masih kuat dan tidak tergoda untuk membuat kartu kredit dan saya melihat indahnya kartu kredit yang berjejer di dompetnya tidak seindah kenyataan saat dia terlilit utang karena tidak bisa membayar tagihan kartu kredit.
Kartu kredit memang memberi kemudahan saat kita tidak memiliki dana dan kita bisa membayar hanya dengan minimum pembayaran, yaitu 10% dari total utang. Tapi mau berapa lama utang kita lunas karena 10% itu kadang tidak menutup bunga yang kian membengkak. Seharusnya bekerja itu untuk mensejahterakan hidup kita. Saat telilit utang malah bekerja hanya untuk membayar utang dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain akhirnya kita berutang lagi.
Hiduppun menjadi tidak tenang karena dikejar-kejar utang. Sales kartu kredit hanya baik ketika menawarkan untuk membuka kartu kredit, ketika pembayaran hutang kita tidak berjalan lancar maka deb collectorlah yang akan bertindak dari mulai menagih melalui telpon, datang ke kantor, dan yang paling memalukan bisa saja datang menagih ke rumah mertua.
Ada cerita lain yang terlilit utang kartu kredit, akhirnya memaksa orang tuanya untuk segera membagikan warisan karena akan digunaan untuk membayar utang padahal orang tuanya masih hidup.
Walaupun sekuat baja iman saya untuk tidak membuat kartu kredit akhirnya luluh juga, bukan karena ingin seperti orang lain tapi karena kebutuhan yang mengharuskan saya memiliki kartu kredit.
Berawal dari kecintaan saya pada dunia traveling ketika beberapa transakti tidak bisa saya lakukan dengan kartu debit seperti membeli tiket pesawat terutama maskapai milik negara lain, booking hotel, membeli tiket wisata yang harganya lebih murah bila beli online daripada beli di lokasi wisata dan pembayaran harus menggunakan kartu kredit.