Hikayat Lamalera
Nesosmedia - Merujuk Lieng Knatap--syair adat Lamalera--leluhur mereka berasal dari Luwuk, Sulawesi Selatan yang pergi berlayar meninggalkan kampung halaman karena Patih Gajahmada.Â
Sayang, syair itu tak memperinci lakon Gajahmada di Luwuk. "Bisa jadi waktu itu Majapahit mengekspansi Luwuk," tafsir sosiolog Blajan Konradus, kepadaJPNN.com, di Lembata, 31 Oktober 2016.Â
Artinya, peristiwa itu terjadi sekira abad 14. Dari Luwuk, merujuk syair adat yang dikemukakan Mance--sapaan akrab Blajan Konradus--mereka singgah di Pulau Seram, Maluku.Â
Kemudian pindah ke Pulau Lapan dan Batan. Karena air bah, kedua pulau kecil itu kini tenggelam. Mereka pun ke Kroko Puke, masuk ke Teluk Lebala dan bermukim di Doni Nusa Lela. Â
"Di Doni Nusa Lela, tempuling (ujung tombak untuk menikam paus) sudah berubah dari kayu menjadi besi. Diperkirakan, generasi itu sudah mengenal teknologi besi. Hasil interaksi," papar Mance.Â
Setiap melaut, angin dan arus selalu membawa ke Teluk Lamalera. Bukan terdampar. Lama kelamaan, mereka mulai menambatkan perahunya di situ. Dan menetap hingga kini. Kebetulan pantai pasirnya agak panjang.Â
Nah, bila syair adat Lamalera yang menyebut-nyebut nama Gajahmada itu akurat, maka hikayat para pemburu ikan Paus itu bertalian sejarah dengan Kerajaan Majapahit.Â
Entah. Yang pasti, para lefa alep punya senandung...
narague boli...narague boli/tobo pole sora hene/sora beso lero pi (tuan tanah pengelola perahu/berharaplah hanya pada ikan paus/ikan paus telah datang hari ini).Â