Penulis: Shezan Adzkayra Gerung
Facebook kini berganti nama menjadi Meta. Perubahan nama ini berkaitan dengan visi perusahaan masa depan yang menciptakan teknologi serba canggih. Metaverseadalah sebuah konsep masa depan dalam dunia teknologi. Istilah metaversekembali ramai di media sosial tidak lama setelah CEO Facebook Mark Zuckerberg mengubah nama induk perusahaan Facebook menjadi Meta Platforms Inc. (Meta).
Metaverse merupakan internet yang hadir dalam bentuk 3D. Jika selama ini kehidupan manusia di media sosial hanya bertatapan di layar, Zuckerberg menggambarkan metaversesebagai lingkungan virtual yang lebih nyata secara 3D.
Secara etimologis, metaverse berasal dari kata "meta" yang berarti 'melampaui' dan "verse" yang berarti 'alam semesta'. Jadi, metaverse merupakan ruang virtual berisi materi yang melampaui semua hal yang terlihat di dunia nyata. Komunitas virtual yang saling terhubung; orang-orang dapat bekerja, bertemu, dan bermain dengan menggunakan headset realitas virtual, kacamata augmented reality (AR), aplikasi smartphone,atau perangkat lainnya.
Menariknya, di dunia metaverse, pengguna bisa melakukan hal-hal seperti pergi ke konser virtual, melakukan perjalanan online, membuat atau melihat karya seni, hingga mencoba pakaian digital untuk dibeli. Bahkan, menurut Zuckerberg, metaverse bisa menjadi sistem baru dalam dunia kerja seperti shift atau work from home di tengah kondisi pandemi Covid-19. Berbeda dengan bekerja secara virtual dengan panggilan video, di metaverse karyawan bisa bergabung bersama di sebuah kantor virtual.
Selain Facebook, Google juga berencana untuk terlibat dalam metaverse. Android Policemelaporkan, Google telah mengakuisisi North, pembuat kacamata pintar pada musim panas 2020 lalu. Produk kacamata pintar ini memiliki lensa dengan layar yang diproyeksikan dengan kontrol dering yang dikenakan di jari. Kacamata North bekerja memberikan notifikasi pesan atau navigasi bagi penggunanya.Â
Bagaimana Menyikapinya?
Sobat muslimah, perkembangan teknologi merupakan hal yang tidak terelakkan. Pesatnya perkembangan teknologi menuntut manusia untuk memilih media yang tepat dalam menyelesaikan berbagai aktivitas dan membentuk jejaring. Meski demikian, sisi gelap dunia virtual membuat kita kudu membentengi diri.
Secara umum, masyarakat yang hidup dalam sistem sekuler saat ini sudah telanjur memandang dunia virtual sebagai dunia bebas nilai. Saat masuk ke dunia virtual, kesannya aktivitas kita lepas dari aturan apa pun, termasuk syariat. Alhasil, virtual dating menjadi cara baru remaja untuk kencan, prostitusi online kian berinovasi, cyber crime turut bermutasi, cyber bullying kian eksis yang berujung pada gangguan kecemasan dan depresi pada generasi sehingga remaja pun kian mantap jadi generasi rebahan.
Dua hal yang menjadi catatan di sini. Pertama, masyarakat kadung hidup dalam sistem bebas nilai sehingga tidak mampu melihat adanya satu sistem yang memiliki aturan sempurna, bahkan di dunia maya sekalipun. Kedua, kondisi ini telah memosisikan masyarakat sekadar user alias pengguna.