Mohon tunggu...
Nesa Nestita
Nesa Nestita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya yaitu berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Lingkungan dan Budaya dalam perkembangan Sosial Emosional

18 Januari 2025   17:07 Diperbarui: 18 Januari 2025   17:07 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Lingkungan dan Budaya dalam Perkembangan Sosial Emosional

Perkembangan sosial emosional adalah proses yang melibatkan kemampuan individu untuk memahami dan mengelola emosi, membangun hubungan yang sehat, serta beradaptasi dengan berbagai situasi sosial. Faktor-faktor utama yang memengaruhi proses ini meliputi lingkungan dan budaya. Keduanya memiliki peran signifikan dalam membentuk cara seseorang merespons emosinya sendiri dan berinteraksi dengan orang lain di masyarakat.

Peran Lingkungan dalam Perkembangan Sosial Emosional

Lingkungan, yang mencakup keluarga, teman sebaya, sekolah, serta komunitas, memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sosial emosional individu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai peran masing-masing aspek lingkungan:

  1. Keluarga Sebagai Fondasi Awal
    Keluarga merupakan lingkungan pertama yang ditemui individu, sehingga memiliki peran penting dalam membentuk dasar kemampuan sosial emosional mereka.

    • Ikatan emosional (attachment): Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang memberikan rasa aman secara emosional memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan rasa percaya diri, kemampuan mengelola stres, dan keterampilan sosial yang positif. Sebaliknya, anak-anak yang menghadapi kekerasan atau pengabaian dalam keluarga cenderung menghadapi masalah emosional seperti kecemasan atau perilaku agresif.
    • Pembelajaran melalui teladan (modeling): Orang tua menjadi contoh utama dalam mengajarkan anak cara menghadapi emosi dan bersikap terhadap orang lain. Misalnya, jika orang tua menunjukkan empati atau penyelesaian konflik yang konstruktif, anak akan meniru perilaku tersebut dalam interaksi sosial mereka.
  2. Sekolah dan Pengaruh Teman Sebaya
    Lingkungan sekolah berfungsi sebagai tempat anak-anak belajar keterampilan sosial, seperti berbagi, bekerja sama, dan memahami perspektif orang lain. Guru memainkan peran penting dalam mengajarkan anak cara mengelola emosi, seperti menenangkan diri saat merasa marah atau frustrasi.
    Teman sebaya juga memiliki pengaruh besar, terutama selama masa kanak-kanak dan remaja. Hubungan yang positif dengan teman sebaya dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berkomunikasi, sedangkan pengalaman negatif, seperti perundungan (bullying), dapat menghambat perkembangan emosional.

  3. Komunitas dan Lingkungan Sosial
    Komunitas yang ramah dan aman menciptakan ruang yang kondusif bagi anak untuk berkembang secara sosial dan emosional. Sebaliknya, lingkungan yang penuh konflik sosial atau ancaman kekerasan dapat menyebabkan gangguan emosional, seperti ketakutan dan kecemasan. Dukungan sosial dari tetangga atau kelompok masyarakat dapat menjadi penopang penting bagi individu yang menghadapi tekanan emosional.

  4. Media dan Teknologi
    Dalam dunia modern, media dan teknologi menjadi bagian penting dari lingkungan sosial anak. Tayangan televisi, media sosial, dan permainan video memengaruhi cara anak memandang dunia, menjalin hubungan sosial, dan mengelola emosinya. Konten yang positif dan mendidik dapat memberikan dampak baik, tetapi konten yang penuh kekerasan atau negatif berpotensi meningkatkan perilaku agresif dan memengaruhi kesehatan emosional anak.

Peran Budaya dalam Perkembangan Sosial Emosional

Budaya mencakup nilai-nilai, tradisi, norma, dan kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Budaya menyediakan kerangka yang membentuk cara individu memahami dan mengekspresikan emosi, serta berinteraksi dengan orang lain.

  1. Nilai dan Norma Budaya
    Budaya memengaruhi bagaimana emosi diekspresikan dan diterima dalam masyarakat. Misalnya, budaya individualis, seperti di Amerika Serikat, mendorong individu untuk mengekspresikan emosi secara terbuka. Sebaliknya, budaya kolektivis, seperti di Indonesia atau Jepang, lebih menekankan pengendalian emosi demi menjaga harmoni sosial. Dalam budaya ini, anak diajarkan untuk menahan emosi negatif agar tidak mengganggu orang lain.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun