Mohon tunggu...
Nor Rohmatun Nisa
Nor Rohmatun Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Constitutional Law Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Perkawinan Paksa (Studi kasus kawin tangkap dalam adat Sumba Nusa Tenggara Timur)

13 Oktober 2024   13:15 Diperbarui: 13 Oktober 2024   13:16 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebuah aksi sekelompok pria menculik wanita yang dinarasikan sebagai tradisi kawin tangkap atau kawin paksa di Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT). Atas kasus tersebut, kini polisi telah menetapkan empat orang tersangka.

Peristiwa kawin tangkap itu sempat viral di media sosial (medsos) pada Kamis (7/9/2023). Polisi menetapkan tersangka usai mengamankan sejumlah pria yang terlibat dalam aksi tersebut. Adapun Aksi Kawin Tangkap Viral di Medsos

Dalam video beredar viral, terlihat seorang wanita sedang berdiri di tepi jalan di depan salah satu rumah warga. Tiba-tiba dua orang pria yang datang dari bagian belakang langsung menyekap wanita tersebut. Sontak, wanita itu langsung berteriak dengan suara keras. Kemudian, para pria itu langsung mengangkutnya ke atas mobil pikap hitam yang sudah disiapkan. Lantas, salah satu wanita yang berada dekat korban berupaya menahan para pria itu, tapi upayanya tidak membuahkan hasil.

"Ini kawin paksa, kasihan," ujar perekam tersebut, Jumat (8/9/2023). Para pria langsung membawa kabur wanita itu dengan mobil pikap disertai sorakan penuh kegembiraan.

Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan mengatakan aksi kawin tangkap itu terjadi di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya. Empat 'penculik' itu, yakni JBT, MN, HT, dan VS, telah diamankan polisi. "Kami sudah amankan di Mapolres Sumba Barat Daya, termasuk mobil pikap yang digunakan oleh para pelaku," ujar Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan, dilansir detikBali, Kamis (7/9/2023).

Kemudian Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, menjelaskan kronologi insiden kawin tangkap di Sumba Barat Daya (SBD). Dalam aksi tersebut, sekelompok pemuda menculik seorang wanita berinisial DM dan melarikannya menggunakan mobil pikap.

"Korban yang diduga diculik sedang berada di rumah keluarga pelaku," kata Ariasandy saat diwawancarai detikBali di kantornya, dilaporkan pada Jumat (8/9/2023).

Ariasandy menjelaskan bahwa kejadian itu bermula ketika DM bersama pamannya berhenti di depan sebuah warung di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, pada Kamis (7/9/2023). Saat pamannya memarkir motor untuk membeli rokok, sekitar 20 orang pelaku tiba-tiba muncul, menangkap, dan menculik DM. Mereka kemudian menaikkan DM ke mobil pikap dan membawanya kabur. Insiden tersebut terekam oleh warga dan menjadi viral di media sosial.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan menekankan pentingnya persetujuan bebas dari kedua belah pihak dalam perkawinan, tanpa adanya paksaan, untuk menghargai hak-hak individu, terutama hak-hak perempuan. Namun, praktik kawin tangkap di Sumba, yang berakar pada tradisi, sering kali bertentangan dengan prinsip ini karena melibatkan kekerasan dan pemaksaan terhadap perempuan. Ini mencerminkan konflik antara menjaga tradisi perkawinan di Sumba dan perlindungan hak-hak individu. Meskipun ada argumen bahwa praktik ini, jika dilakukan sesuai aturan dan melibatkan keluarga mampu, tidak merugikan, penyimpangan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan ketidakadilan gender.

Upaya pemerintah untuk menghapus praktik kawin tangkap mencerminkan kesadaran akan dampak negatifnya terhadap hak perempuan. Namun, kurangnya penegakan hukum yang kuat membuat praktik ini tetap berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 agar lebih sesuai dengan kondisi sosial dan budaya saat ini, serta memastikan pelanggaran dapat dihukum dengan tegas. Kerja sama antara pemerintah, tokoh adat, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara penghormatan terhadap budaya dan perlindungan hak-hak individu, terutama perempuan, dalam perkawinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun