Mohon tunggu...
suhariyanto
suhariyanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pentingnya kawasan tanpa rokok

10 Juni 2015   20:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 1868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Suhariyanto
Mahasiswa Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Pentingnya Kawasan Tanpa Rokok
Penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia masih jauh dari harapan. Sebagai bukti sampaiFebruari 2015 hanya 30 % (166 kabupaten/kota) yang menerapkankawasantanpaasaprokok, dari403 kabupaten dan 98 kota di Indonesia (Kemenkes, 2015) Perlu usaha semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga swadaya masyarakat bersama sama melaksanakanperaturan kawasan tanpa rokok oleh pemerintah daerah melalui Undang-Undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 115 telah enam tahun diberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan. Solusi yang diperlukan untuk penerapan kawasan tanpa rokok antara lain perencanaan dan implementasi kebijakan secara desentralisasi setiap pemerintah daerah dengan advokasi ke lembaga legislatif. Kolaborasi dengan berbagai sektor terkait untuk membangun dukungan lingkungan masyarakat, kepatuhan terhadap peraturan peraturan sebagai upaya penegak hukum. Pemantauan dengan evaluasi yang terus menerus dengan menggandeng pihak akademik dalam perkembangan bukti ilmiah dan pengalaman berdasarkan studi.
Daftar Pustaka: 8 (2008-2013)
Kata Kunci: Kebijakan,Kebijakan, Kawasan Tanpa Rokok

Sehat merupakan investasi yang mendorong program pembangunan nasional. Untuk mewujudkan harapan tersebut, pemerintah mencanangkan program pembangunan nasional Indonesia 2014 yaitu Indonesia Sehat. Program Indonesia sehatmempunyaiharapanmenurunkanangkakematiandanangkakesakitan. Harapan tersebutsejalan dengantujuan Sustainable Development Goals SDGs 2030 yaitukepastiankehidupan yang sehat dengan penurunanpenyakittidakmenulartercapai. Salah satu program Indonesia sehat adalah mengeluarkan kebijakan nasional pengendalian tembakau. Isi dari kebijakan pengendalian tembakau yaitu usaha promotif dan preventif dengan pemberlakuan kawasan tanpa rokok. Pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok harus dilaksanakan oleh semua Pemerintah Daerah di Indonesia.

Penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia masih jauh dari harapan. Sebagai bukti sampaiFebruari 2015 hanya 30 % (166 kabupaten/kota)yang menerapkankawasantanpaasaprokok, dari403 kabupaten dan 98 kotadi Indonesia (Kemenkes, 2015). Padahal pembentukan peraturan kawasan tanpa rokok oleh pemerintah daerah melalui Undang-Undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 115 telah enam tahundiberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan. Hal ini menggambarkan belum meratanya kesadaran Pemerintah Daerah menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok.

Pemerintah daerah yang belum menetapkan kawasan tanpa rokok mempunyai banyak kendala. TASC-IAKMI (2009) menjelaskan permasalahan yang sering ditemui dalam pembentukan kawasan tanpa rokok antara lain adalah sumber daya manusia yang lemah dalam mensosialisasi dan mendukung, anggaran daerah kurangdan peran masyarakat yang tidak ada. Kemenkes RI (2011) mendukung penelitian diatas yang menyatakan masih lemahnya penerapan kawasan tanpa rokok dikarenakan kurang optimalnya peran pemimpin daerah, tokoh masyarakat, masyarakat terdidik, advokasi yang kurang dari akademisi serta gencarnya iklan rokok melalui media sosial dan massa. Dukungan semua pihak terhadap penerapan kawasan tanpa rokok oleh Pemerintah Daerah sangat penting mengingat manfaat kebijakan tersebut.

Berbagai riset yang mengungkapkan pentingnya kawasan tanpa rokok terhadap perilaku kebiasaan merokok. Hasil studi efektivitas penerapan kebijakan perda kawasan tanpa rokok oleh Nizwardi Azka (2013) menjelaskan bahwa terjadi kecenderungan penurunan perokok sebanyak 59% di tempat umum. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yayi Suryo (2009) menyatakan penerapan kampus bebas rokok dapat mengurangi jumlah mahasiswa merokok secara teratur. Kebijakan ini membatasi gerak perokok aktif sehingga dapat memberikan perlindungan kepada perokok pasif. Hal senada di dukung oleh pusat promosi kesehatan (2011) yang mejabarkan manfaat penetapan kawasan tanpa rokok antara lain menurunkan angka kesakitan dengan mengubah perilaku masyarakatsehat, meningkatkan produktivitas kerja, kualitas udara yang sehat dan bersih, menurunkan angka perokok dan mecegah perokok pemula. Manfaat penerapan kebijakan penetapan kawasan tanpa rokok oleh Pemerintah Daerah melalui Undang-Undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan perlu di dukung kebijakan lainnya.

Pelaksanaan Undang-Undang RI no 36 tahun 2009 tentang kesehatan perlu di dukung oleh kebijakan turunan penyertanya.Kebijakan turunannya antara lain Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri no. no. 188/Menkes/PB/I/2011 dan no. 7 tahun 2011 tentangpedomanpelaksanaankawasantanparokok. Tujuannyauntukmemberikanacuanbagipemerintahdaerahdalammenetapkan KTR, memberikanpelindungan yang efektifdaribahayaasaprokok, memberikanruangdanlingkungan yang sehatbagimasyarakat. Kebijakan lainnya yang telah dicanangkan adalah Peraturan Pemerintah no. 109 tahun 2012 tentang tembakau dengan isi pemerintah daerah untuk segera menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayah masing-masing melalui peraturan daerah. Kebijakan tersebut memerlukan rekomendasi dalam penerapan kawasan tanpa asap rokok.

Rekomendasi yang diperlukan dalam menunjang penerapan kawasan tanpa rokok antara lain pedoman Kementrian Kesehatan kawasan tanpa rokok, peraturan bersama Kementrian Pertanian, Kesehatan dan Agama tentang pengendalian tembakau, standar monitoring dan evaluasi kawasan tanpa rokok serta peraturan bersama daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Penatalaksanaan kawasan tanpa rokok memerlukan aktor dalam merencanakan kebijakan tersebut.

Aktor yang berperandalampelaksanaankawasantanparokokmeliputiMenteriKesehatan, MenteriDalamNegeri, PemerintahProvinsi, PemerintahKabupaten/Kota, lembaga legislatif, petugaskesehatan, polisipamongpraja, fasilitaslayananumum (rumahsakit, sekolah, tempatbermain, perkantoran, tempatibadah, angkutanumum), organisasi (profesikesehatan, LSM), akademik (universitas). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayi suryo (2013) menjelaskan aktor yang berperan adalah kepala daerah sebagai pengambil kebijakan, lembaga legislatif, sosial masyarakat dan pihak akademisi yang memberikan advokasi kebijakan tersebut. Pelaksanaan peraturan daerah tersebut perlu. Perencanaan tidak cukup dalam pemberlakuan kawasan tanpa asap rokok, diperlukan pengembangan staf dan pengontrolan di dalamnya.

Pengembangan staf dan pengontrolan dalam penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok melibatkan swadaya masyarakat. TCSC-IAKMI (2009) melibatkan organisasi profesi dan kemasyarakatan untuk membangun dukungan masyarakat umum, menjamin kepatuhan terhadap peraturan. Selain itu perlu adanya kontroling dari lembaga swadaya masyarakat terhadapa keberhasilan dalam pengembangan kebijakan tersebut.

Solusi yang diperlukan untuk penerapan kawasan tanpa rokok antara lain perencanaan dan implementasi kebijakan secara desentralisasi setiap pemerintah daerah dengan advokasi ke lembaga legislatif. Kolaborasi dengan berbagai sektor terkait untuk membangun dukungan lingkungan masyarakat, kepatuhan terhadap peraturan peraturan sebagai upaya penegak hukum. Pemantauan dengan evaluasi yang terus menerus dengan menggandeng pihak akademik dalam perkembangan bukti ilmiah dan pengalaman berdasarkan studi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun