Oleh jamil Kurniawan
Jurusan sosiologi agama
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Kasus terjadinya  Perpecahan antar umat beragama Aceh Singkil menjadi pelajaran bahwa tidak ada garansi keberagaman dapat bertahan jika tidak terus dijaga.Â
Hal ini lantaran konsep keberagaman kerap terlihat abstrak ketika berhadapan dengan politisasi agama, seperti kasus izin pendirian rumah ibadah.Â
Efek pembakaran dan pengrusakan rumah ibadah di Aceh Singkil, Aceh, 13 Oktober 2015 lalu, telah berhasil diredam, tetapi sentimen telanjur melesat liar.Â
Ribuan orang Kristen Singkil telah mengungsi ke beberapa kabupaten di Sumatera Utara. Percakapan nasional kembali terganggu oleh perbedaan agama. Kita kembali harus menanggung kerugian koyak moyak toleransi sesama anak bangsa.
Sangat disayang kan kenapa konflik agama tersebut bisa terjadi sedangkan Syekh Abdurrauf Singkil yang lahir di (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera, Nusantara dan Asia Tenggara pada umumnya.Â
Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13.
Sebelum terjadiya pertikaian antar umat beragama terjadi masyarakat sangat harmonis dan saling menjaga atau memajukan daerah bersama-sama karena sebelum terjadinya konflik agama tersebut masyarakat sangat berpegang teguh akan kebersamaan atau toleransi antar sesama.
Apa alasan masyarakat sampai brani menghilangkan keberagaman agama atau toleransi dan sampai berbondong-bondong melakukan aksi tersebut dan sampai-sampai berani melakukan pembakaran,pengrusakan rumah ibadah sampai berani saling menyakiti antara kedua belah pihak agama ?Â