Mohon tunggu...
Nerissa Rahmadhani
Nerissa Rahmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa / Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa Akuntansi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Degradasi Moral pada Tenaga Pendidik Pelaku Kekerasan Seksual

16 Juni 2022   08:58 Diperbarui: 16 Juni 2022   08:58 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewasa ini, Indonesia darurat akan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh tenaga pendidik yang seharusnya menjadi seorang fasilitator dalam lembaga pendidikan. Seperti fenomena gunung es, kasus kekerasan seksual ini selalu meningkat setiap tahunnya. 

Data terbaru oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada hari Minggu, 12 Desember 2021, sebanyak 88 persen kekerasan seksual yang terjadi di sekolah dilakukan oleh tenaga pendidik atau guru, serta 22 persen sisanya dilakukan oleh kepala sekolah. 

Kejadian ini semakin diperparah dengan fakta bahwa lembaga pendidikan  seperti sekolah dan universitas, yang seharusnya menjadi tempat seorang siswa dan mahasiswa untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, juga menjadi tempat terjadinya tindakan kekerasan seksual. 

Tidak hanya terjadi di sekolah dan universitas saja, kasus ini juga banyak terjadi di institusi pendidikan keagamaan seperti pesantren. Korban dari kasus kekerasan seksual ini adalah seorang siswi, mahasiswi, dan santri. Bahkan, beberapa diantaranya masih dibawah umur. Hal ini mengindikasikan seolah-olah tidak ada ruang yang aman untuk perempuan.

Menurut Komnas Perempuan, kekerasan seksual adalah perbuatan menghina dan menyerang tubuh terkait dengan nafsu perkelaminan, gairah seksual seseorang, serta fungsi reproduksi secara paksa dan tanpa persetujuan dari korban. 

Tindakan kekerasan seksual ini disebabkan karena kesenjangan relasi kuasa dan relasi gender. Hal ini tentu mengakibatkan korban menderita dan sengsara baik secara jasmani, mental, dan seksual. Korban juga mengalami kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, serta politik.

Salah satu bentuk perbuatan kekerasan seksual adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah perbuatan seksual baik secara jasmani maupun rohani yang menyasar pada organ seksual korban. 

Perbuatan seksual yang tergolong dalam pelecehan seksual antara lain bersiul, main mata, bicara dengan nuansa seksual, menunjukkan sesuatu pornografi serta hasrat seksual, meraba atau menyentuh bagian tubuh, serta tindakan atau gestur yang bersifat seksual. 

Hal ini tentu menyebabkan korban pelecehan seksual merasa tidak nyaman, terganggu, direndahkan harga dirinya, hingga mengganggu kesehatan mental.

Terdapat 15 bentuk kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempuan, diantaranya:

  • Pencabulan atau perkosaan
  • Ancaman seksual termasuk ancaman perkosaan.
  • Pelecehan seksual.
  • Pemanfaatan organ tubuh korban untuk mendapatkan keuntungan atau eksploitasi seksual
  • Perdagangan perempuan dengan maksud seksual.
  • Prostitusi paksa.
  • Perbudakan seksual.
  • Pemaksaan perkawinan
  • Pemaksaan kehamilan.
  • Pemaksaan pengguguran kandungan atau aborsi.
  • Pemaksaan pemasangan alat kontrasepsi dan pelaksanaan sterilisasi.
  • Penyiksaan seksual.
  • Memberi hukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual.
  • Praktik adat-istiadat bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi kaum perempuan.
  • Kontrol seksual, termasuk melalui aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Pemerintah berupaya melindungi anak dan perempuan dari semua tindakan kekerasan seksual, diantaranya:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285, 286, 287, 290, dan 291.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 8(b), 47, 48.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1(15), 17(2), 59 dan 66 (1,2), 69, 78, dan 88.

Selain itu, dalam lingkup internasional juga terdapat deklarasi penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan (ICPD) pada bulan Desember 1993.

Seperti ilmu padi yang semakin berisi semakin merunduk. Artinya, semakin pandai seseorang atau semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka ia akan menjadi seseorang yang rendah hati, berperilaku baik, serta menjadi panutan bagi orang lain. Realitanya adalah, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang juga tidak menjamin bahwa dia akan memiliki moral dan etika yang baik. 

Tenaga pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual, yang tingkat pendidikannya lebih tinggi dari siswi, mahasiswi, dan santriwati, justru memberikan rasa tidak aman dan trauma mendalam bagi para korbannya. Hampir setiap hari para korban harus menghadapi trauma dan ketakutan akibat dari kasus yang mereka alami. 

Tidak hanya itu, korban dari kasus kekerasan seksual tak jarang ditetapkan menjadi pihak yang bersalah karena dianggap aib yang menyebabkan rasa malu bagi dirinya sendiri maupun keluarganya.

Kasus kekerasan seksual yang melibatkan tenaga pendidik sebagai pelaku kekerasan ini tentu berkaitan dengan etika dan moral dari setiap individu. 

Pendidikan setinggi apapun, jika tidak bermoral dan beretika yang baik, maka sikap menghormati dan menghargai kepada sesama manusia tidak dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Para korban yang sebagian besar adalah perempuan, tak jarang disalahkan karena dianggap mengenakan busana yang terlalu minim. Namun, akhir-akhir ini wanita yang berbusana tertutup mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki juga menjadi sasaran pelaku kekerasan seksual. 

Kejadian ini mengindikasikan moral masyarakat masih rendah dan bahkan menurun sehingga menyebabkan degradasi moral. Pengetahuan tentang seks yang masih rendah serta hukum yang kurang mengayomi menjadi pemicu terjadinya kasus kekerasan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun