Tingkat kriminalitas di Provinsi Lampung menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 tercatat 11.194 kasus kejahatan, meningkat 14,64% dibandingkan tahun sebelumnya. Risiko penduduk terkena kejahatan di Lampung mencapai 1.878 per 100.000 penduduk, meningkat 17,6% dibandingkan tahun 2021 (BPS Prov.lampung, 2024). Kemudian data BPS Maret 2024 menunjukkan peningkatan signifikan kriminalitas di Bandar Lampung. Kasus pencurian dan pemberatan melonjak dari 252 kasus pada 2022 menjadi 639 kasus pada 2023, penipuan naik dari 498 menjadi 631 kasus, dan penggelapan dari 304 menjadi 545 kasus (bps kota Bandar Lampung, 2024). Tren ini mencerminkan ancaman serius terhadap keamanan dan stabilitas ekonomi lokal. Salah satu jenis kriminalitas yang mendominasi adalah pencurian dengan kekerasan atau begal, yang sering diwarnai tindakan brutal dan penggunaan senjata api. Berbeda dengan daerah lain, kelompok begal di Lampung dikenal memiliki karakter keras, di mana korban sering dikasari atau dilukai meskipun tidak memberikan perlawanan, bahkan beberapa kasus berujung pada pembunuhan (Sindonews.com, 2015). Hal ini dapat menjadi indikator tekanan sosial-ekonomi yang memerlukan perhatian serius dari pihak berwenang dan masyarakat.
Identifikasi Masalah Utama
Berdasarkan data yang tersedia, kriminalitas di Kota Bandar Lampung menunjukkan tren peningkatan, ini menjadi perhatian penting untuk segera ditangani. Menurut penelitian (Siregar, 2024) kriminalitas dapat menciptakan rasa tidak aman dan dapat menurunkan kualitas hidup masyaarakat, sehingga mengatasi kriminalitas menjadi langkah mendesak yang harus diambil untuk memulihkan rasa aman, menjaga stabilitas sosial, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Penelitian lain yang dilakukan di 25 negara Uni Eropa dan Jepang, menunjukkan bahwa jika tingkat kriminalitas berhasil ditekan sebesar 10%, pertumbuhan pendapatan per kapita dapat meningkat sekitar 1% per tahun (Goulas, 2015).
Penyebab Masalah
Pada umumnya faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kriminalitas suatu daerah dapat meliputi pengangguran, ketimpangan pendapatan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kepadatan penduduk (Ramadhani, 2024). Jika kita lihat permasalahan di Provinsi Lampung dalam hal pengangguran cukup mengkhawatirkan, dengan data pada November 2024 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Lampung mencapai 4,9%, dengan jumlah pengangguran sebanyak 209,16 ribu orang. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,93% dibandingkan Agustus 2023, atau setara dengan tambahan 1,92 ribu penganggur baru. Kemudian di Kota Bandar Lampung mencatatkan TPT tertinggi sebesar 7,44%, melebihi rata-rata provinsi (BPS, 2024). Pengangguran selalu diiringi dengan tingginya tingkat kemiskinan. Provinsi Lampung masih menghadapi tantangan serius dalam upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2022, Lampung menempati posisi keempat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera. Persentase penduduk miskin di Lampung mencapai 10,69% atau setara dengan 941.23 jiwa (BPS, 2024). Menurut Merton (1968) pengangguran dapat menyebabkan tekanan ekonomi dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, yang mendorong individu mencari cara alternatif untuk mendapatkan sumber daya, termasuk melalui tindakan kriminal.
Disisi lain kondisi kualitas infrastruktur yang buruk, seperti jalanan rusak dan minimnya penerangan di beberapa wilayah, menciptakan kondisi yang mendukung kriminalitas jalanan, termasuk pembegalan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 21,3% kondisi jalan di Lampung tergolong tidak baik, dengan rincian 4,6% rusak dan 16,7% rusak berat. Situasi ini diperparah oleh minimnya penerangan jalan di sejumlah wilayah seperti Desa Kertosari, Lampung Selatan, warga mengeluhkan akses jalan penghubung antar desa yang rusak selama puluhan tahun dan ketiadaan penerangan yang kerap mengundang tindak kriminalitas (Lampung geh, 2024).Kurangnya pengawasan di lingkungan rawan juga menjadi penyebab tingginya tingkat kriminalitas. Lingkungan dengan minim kehadiran aparat keamanan dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan memberikan peluang bagi pelaku kejahatan untuk beraksi tanpa takut tertangkap.
faktor lainnya yaitu dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan narkoba. Berdasarkan data Kepolisian Daerah Lampung, pada tahun 2022 tercatat sebanyak 1.516 kasus tindak kriminal terkait narkotika, dengan Kota Bandar Lampung menyumbang jumlah tertinggi, yakni 219 kasus. Situasi ini menempatkan Provinsi Lampung di urutan ketiga sebagai daerah dengan tingkat peredaran narkoba tertinggi di Indonesia (BPS, 2024). Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) RI melalui Indonesia Drug Report 2023 mencatat adanya 874 kawasan di Lampung yang tergolong rawan peredaran narkoba (detiksumbagsel, 2023). Gangguan seperti kecanduan, halusinasi, hingga perilaku agresif sering kali mendorong individu melakukan tindak kriminal, seperti pencurian dan kekerasan, demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba (RRI, 2024).
Faktor lain penyebab tingginya angka kriminalitas juga dapat dilihat dari rendahnya tingkat edukasi di kalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari masih banyaknya anak-anak di Provinsi Lampung yang putus sekolah, dengan jumlah mencapai 1.432 orang dari berbagai jenjang pendidikan (kupastuntas.co, 2024). Kondisi ini berdampak pada terbatasnya akses mereka terhadap pengetahuan dan keterampilan. Di sisi lain, meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan dari 71,04 pada 2020 menjadi 72,48 pada 2023, capaian ini masih tergolong rendah dibandingkan rata-rata nasional (IDN Times, 2024). Situasi ini mengindikasikan bahwa perkembangan kualitas sumber daya manusia di Lampung masih belum merata. hal ini mendorong individu untuk mencari jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya dengan melakukan tindak kriminal.
Dampak
- Penurunan Pendapatan Daerah. Tingginya pengangguran dan kemiskinan mengurangi daya beli masyarakat dan potensi pajak daerah. Dengan rendahnya pendapatan asli daerah (PAD), pemerintah kesulitan membiayai pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Peningkatan Beban Anggaran untuk Program Sosial dan Keamanan. Angka pengangguran dan kriminalitas yang tinggi memaksa pemerintah meningkatkan anggaran untuk program sosial dan keamanan, seperti bantuan sosial dan operasional kepolisian. Hal ini membebani anggaran daerah dan mengurangi alokasi untuk sektor produktif lainnya.
- Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi Akibat Rendahnya Produktivitas. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan keterbatasan tenaga kerja terampil, yang berdampak pada menurunnya produktivitas. Tanpa tenaga kerja berkualitas, daerah kesulitan menarik investasi, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat.
- Terhambatnya Investasi Akibat Kualitas Infrastruktur yang Buruk. Infrastruktur yang buruk, seperti jalan rusak dan minim penerangan, mengurangi daya tarik investasi. Banyak investor menghindari daerah rawan kriminalitas, seperti begal, karena risiko tinggi dan potensi kerugian yang besar. Ini menghambat perkembangan sektor publik dan ekonomi daerah.
Rekomendasi Solusi