Mohon tunggu...
Nepadna Skolnick
Nepadna Skolnick Mohon Tunggu... -

Mantan Abdi Negara

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Warna-warni Profesi Konsultan Pajak di Era Modernisasi Ditjen Pajak

23 Februari 2014   17:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang konsultan pajak yang memiliki ijin praktek dengan kualifikasi C yang dapat menangani perusahaan-perusahaan asing . Pada kesempatan ini saya hendak berbagi pengalaman mengenai penerapan modernisasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) termasuk dalam bagaimana memperlakukan konsultan pajak yag datang sebagai kuasa Wajib Pajak dengan membawa asisten / tim untuk membantu kelancaran pekerjaan konsultan pajak serta untuk membantu selesainya proses –proses dalam institusi DJP seperti pemeriksaan pajak serta permohonan banding.

Saya mendapatkan kuasa dari klien kami untuk membantu menangani kewajiban perpajakan klien kantor kami dalam menghadapi pemeriksaan di salah satu kantor pajak (KPP) di bilangan Kalibata serta salah satu KPP di wilayah kerja Kanwil DJP Jabar II beberapa waktu lalu. Pada saat menghadiri proses pembahasan akhir, oleh tim pemeriksa kedua KPP tersebut, sekalipun berbeda tempat dan tim pemeriksa, saya memperoleh perlakuan yang sama. Pada saat hendak melakukan pembahasan, yang hanya diijinkan masuk ke ruangan closing coference adalah konsultan pajak sebagai kuasa wajib pajak pemegang ijin praktek konsultan, sementara tim yang saya tunjuk dari kantor kami tidak diijinkan masuk untuk ikut serta membantu saya dalam memberikan penjelasan dengan alasan tim saya tidak berhak ikut serta dalam proses pembahasan akhir.

Namun perlakuan yang berbeda saya dapatkan dalam menangani klien kantor kami yang terdafatar di salah satu KPP Madya Jakarta. Tim Pemeriksa DJP sama sekali tidak mempermasalahkan saya sebagai konsultan pajak berijin praktek meminta didampingi oleh tim dari kantoruntuk ikut dalam pembahasan akhir dalam proses pemeriksaan pajak.

Yang menjadi pertanyaan saya adalah :

1.Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, DJP umumnya membentuk tim pemeriksa dengan menerbitkan surat perintah pelaksanaan pemeriksaan (SP3). Dimana umumnya terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, serta anggota . Masing-masing anggota dalam SP3 mulai dari supervisor sampai dengan anggota mempunyai tugas masing-masing dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Menurut saya, tidak mungkin seorang supervisor memahami seluruh pekerjaan teknis pemeriksaan termasuk melakukan rekapitulasi maupun melakukan pengujian dalam proses pemeriksaan. Sehingga dalam pembahasan akhir biasanya supervisor juga akan melibatkan ketua tim serta anggota untuk mendampingidan membantu menjelaskan materi koreksi.

Demikian juga dengan pekerjaan konsultan pajak. Seorang konsultan pajak, dalam menangani klien terutama klien badan hukum perusahaan asing, tidak mungkin bekerja sendiri. Konsultan pemegang ijin praktek akan membentuk tim dari kantornyauntuk membantu. Tim yang dibentuk memiliki tugas masing-masing membedah kasus, memetakan masalah serta membuat bahan-bahan yang diperlukan untuk menghadapi proses pemeriksaan klien.Tim pemeriksa DJP dengan konsultan pajak pemegang ijin praktek memiliki kedudukan yang sama dalam menangani Wajib Pajak. Yang berbeda hanya pihak yang diwakilkan. Tim pemeriksa mewakili DJP sedangkan konsultan mewakilil Wajib Pajak. Pertanyaan saya apakah memang seorang konsultan pajak yang memiliki ijin praktek tidak diperbolehkan mengikutsertakan timnya dalam menghadapi tim dari DJP?

2.Jika melihat PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PMK.03/2008 TENTANG PERSYARATAN SERTA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN SEORANG KUASA, memang diatur hal-hal yang berkaitan dengan kuasa Wajib Pajak terutama :

1.Yang mengatur hal penyampaian dokumen dalamPasal 7 ayat 2 yang berbunyi...... Seorang kuasa dapat menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas untuk menyampaikan dokumen-dokumen dan/atau menerima dokumen-dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan, selain penyerahan dokumen yang dapat disampaikan melalui tempat pelayanan terpadu. Pasal ini mengatur tentang hak dan kewajiban dalam penunjukan orang lain selain konsultan pajak untuk menyampaikan dokumen

2.Pasal 9 ayat 1 yang mengatakan bahwa “ Seorang kuasa mempunyai hak dan/atau kewajiban yang sama dengan Wajib Pajak”. Pertanyaan yang timbul dalam benak saya terhadap pasal ini adalah , Jika Wajib Pajak yang sedang diperiksa datang dengan didampingi oleh tenaga accounting yang memahami seluk beluk pembukuan perusahaan, apakah pemeriksa DJP juga tidak mengijinkan tenaga accounting tersebut untuk ikut membantu memberikan penjelasan dalam proses pembahasan akhir? Bukankah seorang kuasa yang juga konsultan pajak juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk didampingi tim yang memahami dan turut serta pekerjaan menangani klien??

3.Demikian juga terkait Pasal 9 ayat 1 di atas, yang menjadi pertanyaan apakahseorang konsultan pajak berijin praktek yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Wajib Pajak juga tidak berhak didampingi oleh tim dari kantornya sendiri untuk membantu sayadalam memberikan keterangan lisan maupun tulisan saat proses pembahasan akhir dengan tim pemeriksa DJP?

3.Pasal 29 ayat 3 huruf c Undang-Undang KUP yang mewajibkan Wajib Pajak yang diperiksa untuk memberikan keterangan lain yang diperlukan , baik keterangan tertulis maupun keterangan lisan yang contohnya dapat dilihat dalam penjelasan pasal tersebut. Contoh dalam penjelasan pasal tersebut hanyalah contoh tetapi tidak terbatas dalam hal-hal yang dicontohkan. Dalam hal seorang konsultan pajak mengikutsertakan tim-nya adalah juga untuk memenuhi kelancaran proseskewajiban memberikan keterangan lisan maupun tertulis untuk membantu kelancaran pemeriksaan. Wewenang penuh dalam mewakili klien tetap ada di konsultan pajak berijin praktek, namun apakah konsultan pajak berijin praktek tidak diperkenankan membawa serta timnya dalam menghadapi tim pemeriksa DJP untuk membantu kelancaran pekerjaan sebagai konsultan maupun membantu kelancaran pekerjaan tim pemeriksa DJP dalam melakukan pemeriksaan pajak???

Sebagai pihak dari konsultan pajak, saya dan beberapa rekan konsultan pajak lain termasuk beberapa konsultan pajak yang merupakan pensiunan maupun mantan dari DJP, melihat dan berpendapat bahwa prinsip modernisasi yang diterapkan oleh DJP diadopsi agak berlebihan dan salah kaprah oleh beberapa aparatnya. Ada beberapa momen yang kami alami bahwa ada segelintir aparat DJP sedikit “alergi” dengan kehadiran konsultan pajak dalam menangani sengketa dengan DJP, sehingga ada kesan modernisasi DJP terkadang berubah menjadi arogansi karena DJP adalah otoritas pajak yang memiliki wewenang menetapkan pajak. Perlu mendapat perhatian bahwa profesi konsultan pajak tidak hanya ada di Indonesia, melainkan di seluruh dunia. Sistem kerja yang diterapkan pun hampir sama, umumnya konsultan pajak membentuk tim untuk membantu kelancaran pekerjaan serta membantu kelancaran proses-proses yang ada di dalam administrasi otoritas pajak negara tidak terkecuali DJP, termasuk pemeriksaan pajak serta pengajuan keberatan.Sangat disayangkan bahwa pihak-pihak yang alergi tersebut tidak menyadari bahwa profesi konsultan pajak adalah membantu DJP dari luar institusi untuk menciptakan kesadaran dalam perpajakan kepada wajib pajak agar lebih memahami hak dan kewajibannya.  Sehingga banyak WP yang tidak memahami jadi memahami serta melunasi kewajiba perpajakannya.  Kami selalu menanamkan kepada klien kami bahwa aspek perpajakan adalah salah satu resiko usaha yang tidak dapat dihindari.  Satu-satunya hal yang konsultan pajak dan aparta DJP adalah aparat DJP dibayar oleh negara, sementara konsultan pajak dibayar atas jasa yang dilakukan karena profesionalitas.

Sebagai pihak yang masih peduli dengan keberadaan DJP sebagai otoritas pajak negara Republik Indonesia sekaligus mitra kerja kami sebagai konsultan pajak, saya dan rekan-rekan dari kantor konsultan pajak lainnya berharap bahwa modernisasi yang diterapkan oleh DJP jangan sampai berubah ke arah arogansi karena kebijakan yang dikeluarkan dengan alasan yang bersifat subyektif dari aparat-aparat di dalam DJP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun