Untuk menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin meningkat tajam, pendidikan sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia yang unggul. Â Sistem pendidikan Indonesia selalu diubah oleh pemerintahnya. Ini termasuk perubahan kurikulum dan upaya untuk mempromosikan kesetaraan pendidikan, seperti wajib belajar 12 tahun dan sistem pendidikan inklusif. Berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, memperoleh pendidikan, dan memanfaatkan seni, budaya, dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.
Semua orang, termasuk anak berkebutuhan khusus, terlahir dengan beragam kebutuhan. Salah satunya adalah kebutuhan pendidikan. Anak berkebutuhan khusus diharapkan mampu mengurus dirinya sendiri dan mandiri setelah tuntutan pendidikannya terpenuhi. Ketika seorang anak berkebutuhan khusus di akomodasi di lingkungan pendidikan, setidaknya sebagian dari tuntutan mereka terpenuhi. Diperkirakan bahwa pendidikan akan memungkinkan mereka untuk memperluas perspektif mereka tentang kehidupan. agar Anda dapat berpikir inovatif, kreatif, dan produktif. Ungkapan eksplisit untuk anak berkebutuhan khusus yang dianggap memiliki anomali atau penyimpangan dari kondisi normal anak yang normal pada umumnya, baik dari segi fisik, mental, maupun perilaku sosialnya.
Berikut prinsip-prinsip pendekatan secara khusus, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendidik anak berkebutuhan khusus, diantaranya :Â
Kasih sayang sebagai landasan moral. Prinsip inti welas asih adalah menerima orang apa adanya. Upaya harus diambil untuk memastikan bahwa orang-orang ini, yaitu tidak memanjakan, tidak lalai terhadap kebutuhannya dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.
Layanan yang dipersonalisasi. Jumlah yang lebih besar diberikan kepada layanan individu untuk mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. bahwa upaya-upaya harus dilakukan atas nama mereka selama pendidikan mereka, termasuk juga membatasi jumlah siswa yang dilayani oleh guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam satu kelas, memberikan fleksibilitas dalam pengaturan kurikulum dan rencana pelajaran, menata kelas agar guru dapat menjangkau setiap siswa dengan mudah dan mengadaptasi alat peraga.
Kesiapsiagaan. Ajaran-ajaran tertentu membutuhkan kesiapan agar dapat diterima. Pengetahuan prasyarat, baik mental maupun fisik dan kesiapan anak untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan sangatlah penting.
Pemodelan. Alat peraga media harus dikejar menggunakan pengaturan atau item asli, tetapi jika sulit dicapai, Anda dapat menggunakan alat peraga palsu atau gambar minimal.
Motivasi. Ide yang memotivasi ini lebih berfokus pada penyediaan instruksi dan penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak penyandang disabilitas. Misalnya, akan lebih menarik dan luar biasa jika mereka diundang ke kebun binatang saat mempelajari orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra, yang menekankan kesadaran akan suara binatang.
Belajar dan bekerja kelompok. Penekanan ditempatkan pada gagasan bahwa dengan belajar dan bekerja dalam kelompok, individu masyarakat dapat berintegrasi dengan lingkungannya tanpa merasa rendah diri atau di bawah orang biasa. Karena anak tunarungu tidak merasakan emosi, fitur ini bersifat egosentris atau egois terhadap mereka, dan juga memusuhi dan berbahaya bagi anak penyandang disabilitas. Akibatnya, itu harus dikurangi atau dihilangkan melalui belajar dan kerja kelompok. Melalui kegiatan ini, diharapkan siswa akan belajar bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik dan adil.
Keterampilan. Selain untuk tujuan seleksi, pendidikan, rekreasi dan terapi, pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak difabel juga dapat dimanfaatkan sebagai bekal dalam kehidupannya kelak.
Gagasan untuk mengembangkan dan menyempurnakan sikap seseorang. Karena anak-anak penyandang disabilitas memiliki sikap negatif baik secara fisik maupun mental, penting untuk berupaya mengubah sikap mereka dan membantu mereka berhenti menjadi pusat perhatian sepanjang waktu.
REFERENSI
Abdullah, N. (2013). Mengenal anak berkebutuhan khusus. Magistra, 25(86), 1.
Yolanda, W., & Mukhlis, M. (2021). Gaya Belajar Siswa Autis di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Pekanbaru. J-LELC: Journal of Language Education, Linguistics, and Culture, 1(3), 30-35.
Irawan, A., & Febriyanti, C. (2018). Pembelajaran matematika pada siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Journal of Medives: Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang, 2(1), 99-106.
Triyanto, T., & Permatasari, D. R. (2017). Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan, 25(2), 176-186.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H