Bagaimana dengan Kasus Pengunduran Diri Ratu Wulla?
Pengunduran Ratu Wulla secara tidak sadar mempraktekan sistem proporsional tertutup yang telah dikritik oleh berbagai elemen masyarakat karena tidak memenuhi Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Kedaulatan rakyat Sumba terkesan dimanfaatkan oleh kepentingan partai, alih-lih menjaga norma pemilu, kepentingan Partai Politik dalam sistem pemerintahan di atas kedaulatan rakyat.
Pengunduran diri Ratu Wulla jelas mencederai demokrasi bahkan dapat dikatakan ada upaya untuk membunuh sistem proporsional terbuka yang telah dipikirkan secara matang bahwa sistem ini adalah sistem yang paling demokratis. Sebuah sistem yang diinginkan oleh lebih dari 60 ribu masyarakat kecil di Sumba Barat Daya, yang bangga mencoblos putri mereka bernama Ratu Wulla untuk menyuarakan suara orang Sumba.
Bagi orang Sumba, Ratu Wulla adalah representasi mereka di Parlemen. Ratu Wulla berdarah Sumba, hidup dan akan mati dalam budaya orang Sumba. Marapu, pasola dan keindahan alam Sumba tidak dapat dipolitisasi karena ada putri mereka yang mewakili suara mereka di parlemen.
Lebih dari tujuh ribu lilin di Tambolaka dan teriakan khas orang sumba yang menggelegar di lapangan Galatama adalah usaha untuk mempertahankan kedaulatan rakyat. Belum lagi doa masyarakat yang tidak punya android dan televisi, mereka tidak tahu peristiwa ini, mereka hanya percaya, Ratu Wulla, kebanggan orang Sumba siap dilantik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H