Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pendidikan dan Kebudayaan Tidak Dapat Dipisahkan

3 November 2023   07:07 Diperbarui: 5 November 2023   12:50 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pendidikan, rak buku-buku pelajaran. (Sumber: KOMPAS/CHY)

Sebelum memikirkan ide pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maka kita perlu flashback, mengenang masa perjuangan bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara melawan penjajahan melalui pemikiran dan gagasan di bidang pendidikan. 

Pada tahun 1922, Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah sekolah yang tidak pernah dilupakan oleh sejarah, Taman Siswa di Yogjakarta. Taman Siswa adalah model pendidikan yang diwujudkan untuk melawan sistem pendidikan yang dikendalikan oleh kolonial pada saat itu.

Dalam buku Sekolah Biasa Saja yang ditulis oleh Toto Rahardjo, menyebut pendidikan yang dikendalikan oleh kolonial di masa itu bersifat materialistik, individualistik dan intelektualistik yang sangat membelenggu pribumi. Disisi lain mengancam karakter kebudayaan lokal.

Taman Siswa hadir melawan dengan pendidikan yang humanis dan populis. Pendidikan yang humanis dan populis menunjukkan bahwa Ki Hadjar Dewantara lebih peduli dengan pendidikan yang berkonteks pada kebudayaan lokal daripada pendidikan kolonial dengan nilai-nilainya itu.

Karena itu, dalam pemikirannya, Kebudayaan dan Pendidikan tidak boleh dipisahkan. Pengembangan kebudayaan dilakukan melalui pendidikan yaitu pendidikan di keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat. Dan pendidikan dapat diperoleh dari kehidupan nyata atau budaya itu sendiri. 

Konsep Taman Siswa ini justru melahirkan seorang seniman besar bernama Benyamin Sueb. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film. 

Benyamin Sueb masuk ke dalam daftar The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa versi majalah Rolling Stone Indonesia.

Akan tetapi,  banyak orang mengenal Benyamin Sueb yang tidak merasa minder menyanyikan lagu-lagu Betawi di tengah popularitas budaya asing di Indonesia. Karakter itu terbentuk dari Taman Siswa.

Sekali lagi, saya sepakat dengan Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Tanpa proses pendidikan kedudukan kebudayaan tidak akan berkembang. 

Sangat jelas peranan pendidikan dalam kebudayaan, keduanya tidak terlepaskan antara pendidikan dan kebudayaan.

Berkaca dari sejarah ini, jika ada ide pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi dua Kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kebudayaan maka pertanyaan pertama yang patut diajukan adalah mengapa harus dipisahkan? Adakah hal-hal urgent yang solusinya hanya bisa diperoleh dari memisahkan lembaga tersebut?

Jika alasannya adalah agar kita dapat mengajukan klaim hak kekayaan intelektual dan warisan budaya sebanyak-banyaknya atau agar restorasi terhadap budaya klasik Indonesia yang perlahan mulai ditinggalkan maka kembalilah ke pemikiran Ki Hadjar Dewantara, mengembangkan pendidikan yang kontekstual. 

Seingat penulis, Menteri Nadiem Makarim telah menetapkan 8 prioritas Merdeka Belajar 2021. Salah satunya adalah Pemajuan kebudayaan dan bahasa dengan meningkatkan sumber daya manusia 5.225 guru di 994 satuan pendidikan, ada pengelolaan cagar budaya bukan benda pada 72.305 unit.

Selain itu, Kemendikbud menyasar pembinaan bahasa dan sastra bagi 4.117 penutur bahasa, pengembangan dan pelindungan bahasa dan sastra bagi 200 lembaga, dan pelaksanaan tugas teknis pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra di daerah bagi 21.132 penutur bahasa.

Jikalau dalam pelaksanaannya, program ini perlu dievaluasi melalui proses refleksi terhadap pemikiran awal Ki Hadjar Dewantara dalam melawan sistem pendidikan yang materialistik, individualistik dan intelektualistik. Jangan-jangan kegagalan revitalisasi kebudayaan melalui pendidikan dikarenakan pendidikan kita sudah keluar dari tujuan awal pendidikan ada di Indonesia?

Bagi penulis, pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukanlah sesuatu hal yang urgent dalam upaya restorasi budaya klasik di Indonesia. 

Perlu ada kajian yang lebih mendalam agar jangan ada kesan pemborosan anggaran negara dalam membentuk sebuah instansi yang baru.

Salam!!!

Referensi: Buku Sekolah Biasa Saja; dua; Tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun