Sasaran utama kegiatan ini adalah para pemimpin gereja karena pemimpin gereja merupakan tokoh publik yang cukup didengar oleh umat Kristen jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh atau figur publik lainnya.
Adapun kegiatan-kegiatan tersebut meliputi dialog terbuka, kunjungan ke masjid dan pesantren, seminar di kampus Islam (Universitas Muhammadiyah Kupang) diskusi, dan pembahasan masalah-masalah sosial khusus di daerah penulis, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pertama, dialog terbuka dengan mendatangkan wakil dari kaum muslim dan menyampaikan hal-hal yang ada dalam aturan Islam yang patut dimengerti oleh Kaum Muslim maupun Non-Muslim. Misalnya ucapan Selamat Natal yang bukan sebuah kewajiban bagi seorang Muslim untuk menyampaikannya dan juga bukan sebuah persoalan jika kaum Muslim tidak  mengucapkannya.
Akan tetapi, jika ucapan "Selamat Natal" diucapkan atau disampaikan seorang Muslim maka ucapan itu patut dimaknai sebagai bentuk toleransi tanpa ada unsur kecurigaan yang justru memupuk intoleransi dalam hati. Seharusnya, ucapan hari raya bukan sebuah kewajiban apalagi persoalan di dalam setiap pribadi yang menghargai perbedaan.
Kedua, kunjungan ke masjid dan pesantren adalah sebuah kegiatan penting yang memecah sekat antara kaum muslim dan non muslim. Pada kesempatan ini, umat Kristen secara khusus menyatakan bahwa interaksi sebagai manusia adalah bentuk implementasi seseorang yang menekuni agama dengan sungguh-sungguh.
Ketiga, seminar di kampus Islam adalah salah satu langkah toleransi yang dilakukan dalam kegiatan ini. Sejatinya, toleransi di dunia pendidikan, secara khusus di Universitas Muhammadiyah Kupang, sudah jelas sangat penting karena mayoritas mahasiswanya beragama Kristen.
Langkah-langkah di atas adalah bentuk toleransi beragama. Namun lebih dari itu, toleransi beragama adalah bentuk persatuan untuk melawan masalah-masalah sosial yang merupakan tantangan kita bersama, bukan hanya umat Kristen melainkan juga umat Islam, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Selain kegiatan tersebut di atas, di NTT, pesta-pesta adat dan sebagainya selalu memisahkan makanan bagi kaum muslim. Bahkan di beberapa tempat, kaum muslim diizinkan untuk menyiapkan makananya sendiri jika terdapat aturan-aturan agama yang membatasi.
Praktik-praktik tersebut yang dilakukan untuk menjawab poin penting proyek nasional yaitu penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama jalan tengah serta penguatan relasi agama dan budaya.
Moderasi beragama seharusnya bukan sebuah persoalan jika ada saling pengertian antara agama yang satu dengan agama yang lain. Dialog-dialog terbuka tanpa perdebatan itu penting dilakukan di zaman ini, terutama dengan pendekatan semi lokakarya seperti yang dilakukan oleh GMIT dan Interfidei apalagi didukung dalam Rancangan Teknokratik RPKJMN 2020-2024.
Maka dari itu, mencapai Visi Renstra Kementerian Agama 2020-2024, yaitu mewujudkan Masyarakat Indonesia Taat Beragama, Moderat, Cerdas, dan Unggul bukanlah sesuatu yang mustahil bagi bangsa ini.