Kata tapaleuk dalam Kamus Pengantar Bahasa Kupang yang ditulis oleh June Jacob dan Charles E. Grimes (2003:212) diartikan dengan: "Jalan-jalan."
Tapaleuk ditulis dalam bentuk essai cerita. Essay yang melukiskan atau menghadirkan orang sehingga pembaca mampu membayangkan apa yang dibaca. Karena pembaca seolah-olah mendengar suara dari seseorang bahkan merasa hadir dalam cerita yang disajikan dalam essay tersebut.
Sebagai penggemar rubrik tapaleuk lebih dari satu dekade, saya benar-benar merasakan bagaimana hati dan pikiran saya dibawa untuk ikut merasakan cerita dalam essay tersebut.
Kekhasan tapaleuk bukan hanya terletak pada penggunaan bahasa Kupang tetapi tokoh utama yang tak tergantikan, Ama Tobo dan istrinya Ina Feok dan Bai Ndu. Di Kupang, ama merupakan panggilan untuk laki-laki atau bapak, Ina untuk perempuan atau ibu. dan bai untuk kakek.
Baca: TAPALEUK: Su Pasti Ini Taon Kelaparan
Ketiga tokoh ini tak tergantikan dalam rubrik tapaleuk sejak pertama kali saya mencintai koran. Kadang-kadang saya bertanya, Bai Ndu masih ada ya? Beliau umur panjang ya, padahal sudah tua. Hehe
Terlepas dari intermeso di atas, bagi penulis, rubrik tapaleuk adalah sebuah seni membangun keakraban antara media dan masyarakat yang familiar dengan bahasa Kupang, sebagai pasar sekaligus bahasa ibu. Tentunya, masyarakat akan lebih paham tentang maksud dan tujuan yang disampaikan dibandingkan dengan opini dengan kelas kata yang sulit dicerna oleh masyarakat awam.Â
Selain itu, yang teristimewa, rubrik tapaleuk adalah seni merawat bahasa daerah dalam hal ini bahasa Kupang yang terus digempur oleh perkembangan modernisasi. Karena itu, Pos Kupang tak hanya menerbitkan tapaleuk terbatas pada media cetak tetapi juga dihadirkan dalam bentuk digital yang lebih akrab dengan generasi milenial dan generasi Z.
Seni merawat bahasa oleh Pos Kupang patut dicontohi, tak terkecuali Kompasiana. Mungkinkah Kompasiana menghadirkan rubrik khusus untuk artikel-artikel yang disajikan dalam bentuk bahasa daerah? Saya pikir ini menarik, dengan semakin populernya Kompasiana dengan pendatang baru yang dikatakan 'membludak', mungkin kita akan menyelematkan bahasa-bahasa yang berkategori rentan, terancam punah bahkan kritis sekalipun.
Salam!
Kupang, 07 Januari 2022
Neno Anderias Salukh