Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah dan Budaya, Bukti Bahwa Sasando Milik Orang Rote, NTT

29 Desember 2021   08:34 Diperbarui: 21 April 2022   23:00 2780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehidupan orang Rote memasak gula dari Nira | Dokumen Se'i Sapi dan Tuna Termanu

Berbicara tentang lontar, maka tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Rote, dan sebaliknya, berbicara tentang masyarakat Rote, tidak dapat dipisahkan dengan Lontar.

Salah satu isu hangat yang sedang dibicarakan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah upaya Sri Lanka mengklaim alat musik Sasando sebagai milik mereka. Menurut isu yang beredar, Sri Lanka akan segera mendaftarkan Sasando sebagai hak kekayaan intelektual mereka di World Intellectual Property Organization (WIPO).

Dilansir dari kompas.com, hal ini dibenarkan oleh Gubernur Viktor Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef Nae Soy. Menurut mereka isu ini benar sehingga pemerintah daerah provinsi akan segera melakukan pertemuan dengan WIPO di Swiss untuk mengklarifikasi sambil melakukan upaya pendaftaran Sasando sebagai hak kekayaan intelektual masyarakat NTT secara khusus masyarakat di Pulau Rote.

Salah satu penyebab alat musik Sasando diklaim oleh negara Sri Lanka adalah kelalaian pemerintah daerah yang tidak melakukan upaya perlindungan terhadap kekayaan budaya masyarakat NTT. Sementara NTT sendiri memiliki beragam budaya dengan berbagai macam kekayaan intelektual yang khas sehingga wajar terancam diklaim oleh suku atau negara lain.

Tutur Sejarah Tentang Sasando

Sasando Rote | Dokumen indonesiakaya.com
Sasando Rote | Dokumen indonesiakaya.com

Sasando adalah alat musik milik orang Rote yang dibuktikan dengan beberapa tutur sejarah yang masih diceritakan kepada anak cucu hingga saat ini. Cerita pertama, konon, seorang pemuda bernama Sangguana pada tahun 1650-an terdampar di pulau Ndana, salah satu pulau kecil di Kabupaten Rote Ndao.

Sangguana memiliki bakat di bidang seni, sehingga orang-orang di Pulau Ndana membawanya ke Raja Takalaa yang berdiam di Istana Nusaklain. Di istana, ada kebiasaan bermain kebak (kebalai). Kebalai adalah tarian masal muda-mudi dengan cara bergandengan tangan membetuk sebuah lingkaran dengan seorang yang berperan sebagai maneleo (pemimpin syair) yang berada di tengah lingkaran.

Moment itulah membuat putri raja jatuh cinta pada Sangguana yang sempat mencuri perhatian banyak gadis. Akan tetapi, untuk mendapatkan putri raja, Sangguana diwajibkan menciptakan sebuah alat musik sebagai syarat menikahi putri Raja Takalaa.

Putri raja yang manis seperti gula Rote membuat Sangguana tidak tidur tenang memikirkan bagaimana bisa menciptakan sebuah alat musik, bahkan ketika ia terlelap, ia terbawa mimpi bahwa pada suatu malam ia memainkan alat musik ciptaannya sendiri. Kemudian ia beri nama sandu yang berarti gitar.

Setelah terbangun dari tidurnya, Sangguana mengambil daun lontar, dan bambu untuk merakit alat musik dalam mimpinya itu. Sementara dawainya terbuat dari akar pohon beringin. Seiring berjalannya waktu, dawainya diganti dengan usus hewan yang telah dikeringkan.

Cerita kedua kisah dua orang sahabat bernama Lunggi Lain dan Balok Ama Sina. Kedua orang ini sehari-hari bekerja sebagai gembala ternak dan penyadap tuak. Ide pembuatan sasando berawal dari ketika mereka sedang membuat haik dalam bahasa Rote berarti wadah penampung air tuak (nira).

Wadah penampung nira ini terbuat dari daun lontar. Nah, diantara jari-jari dari daun lontar itu terdapat fifik, semacam benang halus. Karena iseng-iseng, fifik dikencangkan kemudian dipetik. Tak disangka, fifik tersebut menimbulkan bunyi yang berbeda, tetapi fifik ini sangat halus dan mudah putus jika dipetik dua atau tiga kali.

Kejadian ini akhirnya membangkitkan kreativitas Lunggi Lain dan Balok Ama Sina untuk mengembangkannya. Mereka mencungkil tulang-tulang dari lembaran daun lontar yang kemudian diganjal dengan batang kayu lalu dipetik seperti fifik dan menghasilkan nada yang berbeda pula tetapi nadanya masih sangat kecil.

Kemudian kedua orang ini mencoba menggunakan bambu yaitu dengan cara mencungkil kulit bambu sebanyak nada yang ada pada gong (salah satu alat musik tradisional orang Rote) yang kemudian diganjal dengan batangan kayu. Karena menghasilkan nada yang berbeda pula, Lunggi Lain dan Balok Ama Sina terus mengembangkannya. Dawai dibuat dari serat pelepa daun lontar dan ruang resonansinya menggunakan haik.

Identitas Masyarakat Rote

Kehidupan orang Rote memasak gula dari Nira | Dokumen Se'i Sapi dan Tuna Termanu
Kehidupan orang Rote memasak gula dari Nira | Dokumen Se'i Sapi dan Tuna Termanu

Penulis pernah berdiskusi dengan salah satu teman dari Rote tentang pergeseran budaya Rote sejak keberadaan para misionaris Kristen. Dan pohon lontar adalah pohon yang mampu mempertahankan budaya dan ciri khas orang Rote.

Jika Pulau Timor memiliki julukan Nusa Cendana, Alor Nusa Kenari, Flores Pulau Bunga, Sumba Sandlewood maka masyarakat NTT juga sepakat untuk memberi julukan Nusa Lontar kepada Pulau Rote.

Mengapa? Pohon lontar adalah sumber kehidupan masyarakat Rote Ndao. Dari lontar, masyarakat Rote dapat menghasilkan tuak manis, sopi (minuman beralkohol), gula merah, air gula dan gula semut. Selain itu, daun lontar digunakan sebagai tikar, haik, sandal, topi (Ti'i Langga) atap dan bahan bangunan.

Dan salah satu penemuan terbaik nenek moyang masyarakat Rote adalah menciptakan alat musik Sasando. Keberadaan pohon lontar sebagai identitas masyarakat Rote yang melahirkan banyak produk makanan, peralatan tradisional dan Sasando, alat musik unik di dunia.

Haik, Ti'i Langga, dan Sasando | Dokumen Se'i Sapi dan Tuna Termanu
Haik, Ti'i Langga, dan Sasando | Dokumen Se'i Sapi dan Tuna Termanu

Karya-karya itu menunjukkan bahwa betapa dekatnya lontar dengan kehidupan masyarakat Rote. Berbicara tentang lontar, maka tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Rote, dan sebaliknya, berbicara tentang masyarakat Rote, tidak dapat dipisahkan dengan Lontar. Lontar dan orang tidak dapat dipisahkan.

Bahkan, ada jooks yang mengatakan bahwa manisnya nona Rote disebabkan oleh manisnya gula Rote, tidak percaya, silahkan berkunjung ke Rote untuk buktikan betapa manis-manisnya nona Rote.

Dalam syair lagu Flobamora, anak Timor main Sasando dan menyanyi Bolelebo, ada rasa girang untuk kembali ke kampung halaman di NTT. Bukti bahwa Sasando lahir dari identitas, Sasando melambangkan kampung halaman masyarakat Flobamora, secara khusus masyarakat Rote Ndao.

Penulis ingin menegaskan bahwa Sri Lanka tidak memiliki bukti sejarah dan budaya untuk mengklaim alat musik Sasando sebagai hak kekayaan intelektual mereka. Bahkan, atoin meto, suku terdekat dengan budaya yang mirip dengan masyarakat Rote pun tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengklaim Sasando sebagai hak kekayaan intelektual mereka.

Jika kemudian, Sri Lanka berani maka Sri Lanka harus membeberkan bukti berupa tutur sejarah, tulisan-tulisan sejarah dan identitas budaya yang melahirkan Sasando. Jangan sampai Sri Lanka mencoba meniru Malaysia untuk mengklaim budaya Indonesia tanpa bukti.

Hal ini menjadi pelajaran bagi suku-suku di Indonesia bahwa klaim hak kekayaan intelektual milik orang lain adalah tindakan paling memalukan karena tidak ada hasil arsitektur tradisional yang tercipta tanpa filosofi. Baik tenunan, bangunan, alat musik dan sebagainya lahir karena ikatan manusia dengan alam yang berarti tidak bisa diciptakan oleh masyarakat yang lain. Itulah keunikan budaya.

Salam!

Kupang, 29 Desember 2021
Neno Anderias Salukh

Bacaan terkait: satu; dua; tiga; empat; lima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun