Karya-karya itu menunjukkan bahwa betapa dekatnya lontar dengan kehidupan masyarakat Rote. Berbicara tentang lontar, maka tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Rote, dan sebaliknya, berbicara tentang masyarakat Rote, tidak dapat dipisahkan dengan Lontar. Lontar dan orang tidak dapat dipisahkan.
Bahkan, ada jooks yang mengatakan bahwa manisnya nona Rote disebabkan oleh manisnya gula Rote, tidak percaya, silahkan berkunjung ke Rote untuk buktikan betapa manis-manisnya nona Rote.
Dalam syair lagu Flobamora, anak Timor main Sasando dan menyanyi Bolelebo, ada rasa girang untuk kembali ke kampung halaman di NTT. Bukti bahwa Sasando lahir dari identitas, Sasando melambangkan kampung halaman masyarakat Flobamora, secara khusus masyarakat Rote Ndao.
Penulis ingin menegaskan bahwa Sri Lanka tidak memiliki bukti sejarah dan budaya untuk mengklaim alat musik Sasando sebagai hak kekayaan intelektual mereka. Bahkan, atoin meto, suku terdekat dengan budaya yang mirip dengan masyarakat Rote pun tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengklaim Sasando sebagai hak kekayaan intelektual mereka.
Jika kemudian, Sri Lanka berani maka Sri Lanka harus membeberkan bukti berupa tutur sejarah, tulisan-tulisan sejarah dan identitas budaya yang melahirkan Sasando. Jangan sampai Sri Lanka mencoba meniru Malaysia untuk mengklaim budaya Indonesia tanpa bukti.
Hal ini menjadi pelajaran bagi suku-suku di Indonesia bahwa klaim hak kekayaan intelektual milik orang lain adalah tindakan paling memalukan karena tidak ada hasil arsitektur tradisional yang tercipta tanpa filosofi. Baik tenunan, bangunan, alat musik dan sebagainya lahir karena ikatan manusia dengan alam yang berarti tidak bisa diciptakan oleh masyarakat yang lain. Itulah keunikan budaya.
Salam!
Kupang, 29 Desember 2021
Neno Anderias Salukh
Bacaan terkait: satu; dua; tiga; empat; lima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H