Setelah terbangun dari tidurnya, Sangguana mengambil daun lontar, dan bambu untuk merakit alat musik dalam mimpinya itu. Sementara dawainya terbuat dari akar pohon beringin. Seiring berjalannya waktu, dawainya diganti dengan usus hewan yang telah dikeringkan.
Cerita kedua kisah dua orang sahabat bernama Lunggi Lain dan Balok Ama Sina. Kedua orang ini sehari-hari bekerja sebagai gembala ternak dan penyadap tuak. Ide pembuatan sasando berawal dari ketika mereka sedang membuat haik dalam bahasa Rote berarti wadah penampung air tuak (nira).
Wadah penampung nira ini terbuat dari daun lontar. Nah, diantara jari-jari dari daun lontar itu terdapat fifik, semacam benang halus. Karena iseng-iseng, fifik dikencangkan kemudian dipetik. Tak disangka, fifik tersebut menimbulkan bunyi yang berbeda, tetapi fifik ini sangat halus dan mudah putus jika dipetik dua atau tiga kali.
Kejadian ini akhirnya membangkitkan kreativitas Lunggi Lain dan Balok Ama Sina untuk mengembangkannya. Mereka mencungkil tulang-tulang dari lembaran daun lontar yang kemudian diganjal dengan batang kayu lalu dipetik seperti fifik dan menghasilkan nada yang berbeda pula tetapi nadanya masih sangat kecil.
Kemudian kedua orang ini mencoba menggunakan bambu yaitu dengan cara mencungkil kulit bambu sebanyak nada yang ada pada gong (salah satu alat musik tradisional orang Rote) yang kemudian diganjal dengan batangan kayu. Karena menghasilkan nada yang berbeda pula, Lunggi Lain dan Balok Ama Sina terus mengembangkannya. Dawai dibuat dari serat pelepa daun lontar dan ruang resonansinya menggunakan haik.
Identitas Masyarakat Rote
Penulis pernah berdiskusi dengan salah satu teman dari Rote tentang pergeseran budaya Rote sejak keberadaan para misionaris Kristen. Dan pohon lontar adalah pohon yang mampu mempertahankan budaya dan ciri khas orang Rote.
Jika Pulau Timor memiliki julukan Nusa Cendana, Alor Nusa Kenari, Flores Pulau Bunga, Sumba Sandlewood maka masyarakat NTT juga sepakat untuk memberi julukan Nusa Lontar kepada Pulau Rote.
Mengapa? Pohon lontar adalah sumber kehidupan masyarakat Rote Ndao. Dari lontar, masyarakat Rote dapat menghasilkan tuak manis, sopi (minuman beralkohol), gula merah, air gula dan gula semut. Selain itu, daun lontar digunakan sebagai tikar, haik, sandal, topi (Ti'i Langga) atap dan bahan bangunan.
Dan salah satu penemuan terbaik nenek moyang masyarakat Rote adalah menciptakan alat musik Sasando. Keberadaan pohon lontar sebagai identitas masyarakat Rote yang melahirkan banyak produk makanan, peralatan tradisional dan Sasando, alat musik unik di dunia.