Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Parah! Ini Komunikasi Publik Polda NTT Terkait Pembunuhan Ibu dan Anak

20 Desember 2021   19:56 Diperbarui: 22 Desember 2021   04:30 2156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto | Tribunnews Kupang

Aneh! Randi disebut oleh Polda bahwa ia membunuh Astrid secara spontan karena mencekik leher Lael, tetapi saat ini sudah berubah, Randi dikenakan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati karena Randi ingin mengakhiri hubungannya dengan Astrid dengan cara membunuh Astrid dan Lael.

Sejak penemuan jasad Astrid Manafe dan anaknya Lael Maccabe yang dibunuh secara tidak manusiawi di Penkase Oeleta, Kota Kupang, polisi sudah menjalankan tugasnya dengan menyilidiki kasus dengan baik untuk mengungkap pelaku pembunuhaan.

Tetapi sebelum polisi mengungkap pelaku, seorang laki-laki bernama Randi Badijeh mendatangi Mapolda NTT dan mengaku sebagai pelaku pembunuhaan. Penyerahan diri ini mulai memunculkan keraguan publik terhadap kinerja kepolisian yang bekerja dari sejak penemuan jasad hingga setelah hasil autopsi dikeluarkan dengan durasi lebih dari satu bulan. Terkesan lama.

Memang dalam sebuah penyelidikan, harus mengumpulkan bukti yang akan membuat terang perkara sehingga proses penetapan tersangka bukanlah sebuah penetapan acak. Tetapi, penyerahan diri dinilai oleh masyarakat sebagai sebuah skenario sehingga kemudian digunakan dalam pengajuan 'asas pemaaf' untuk meringankan hukuman bagi pelaku.

Terlepas dari opini yang berkembang di masyarakat terkait dengan skenario penyerahan diri oleh pelaku, Polda NTT menetapkan Randi Badijeh sebagai tersangka pelaku tunggal pembunuhan Astrid dan Lael Maccabe. Randi Badijeh dijerat dengan Pasal 338 KUHP, yaitu: "Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun".

Penetapan Randi Badijeh sebagai pelaku tunggal justru membuat masyarakat semakin ragu dengan kinerja kepolisian. Keraguan masyarakat ini berdasarkan kronologi penjemputan korban oleh orang lain hingga pembunuhaan yang terkesan disetting.

Selain itu, beredar pula screenshot percakapan istri pelaku dan korban yang bernada ancaman dari istri pelaku. Ada dugaan bahwa istri pelaku terlibat dalam kasus pembunuhaan ini atau paling tidak pelaku lebih dari satu orang.

Istri pelaku pun dipanggil sebagai orang terdekat tersangka untuk menjalani pemeriksaan. Tak hanya istri, orang-orang terdekat tersangka pun dipanggil untuk menjalani pemeriksaan demi pengungkapan keterlibatan pelaku lain dalam pembunuhaan Astrid dan Lael.

Baca: Menunggu Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di NTT

Kemudian sesuai dengan alur penyelidikan, Polda NTT menggelar pra-rekonstruksi di Mapolda NTT. Beberapa keganjalan yang terjadi adalah tersangka yang berstatus sebagai tahanan tidak menggunakan baju tahanan, beberapa adegan tidak realistis dan tersangka kedapatan makan bersama dengan beberapa orang polisi, termasuk pemeriksaan saksi yang dilakukan secara tertutup.

Soal makan bersama sudah diklarifikasi oleh Polda NTT bahwa tersangka lemas dan lapar sehingga diberi makan sebagai jaminan hak asasi manusia yang wajib diperlakukan manusiawi tetapi terkait dengan tidak menggunakan baju tahanan, sampai sekarang tidak diklarifikasi oleh Polda NTT padahal masyarakat awam menuntut penjelasan karena yang selama ini terjadi tidak demikian.

Sementara pra-rekonstruksi yang tidak realistis seperti penjemputan korban, perdebatan korban yang berujung pembunuhaan hingga penggalian lubang tidak dilakukan. Masyarakat menuntut pelaku melakukan adegan sama persis, menjemput korban dari mana ke mana, penggalian lubang yang sama persis hingga pengangkatan jenasah dengan berat diperkirakan 60 kg dan cara memasukkannya dalam lubang.

Pemeriksaan saksi secara tertutup juga harusnya diklarifikasi, apa yang menjadi acuan. Karena umumnya pemeriksaan secara tertutup dilakukan untuk melindungi saksi. Dan masih banyak keganjalan jika kita urai satu per satu dari penemuan mayat hingga saat ini.

Akan tetapi, hal-hal ini tidak diklarifikasi oleh Polda NTT dengan baik. Sebenarnya bagian humas bertugas untuk menjaga komunikasi publik agar masyarakat awam dicerahkan. Sehingga kemudian terjadi penggiringan opini yang membabi-buta, masyarakat tidak gampang terprovokasi tetapi mengikuti jalur hukum pidana yang membutuhkan alat bukti yang komplit.

Hari ini saya menyaksikan secara langsung bagaimana saudara-saudara saya berjuang melalui aksi damai menuntut pengusutan tuntas di depan Mapolda NTT tetapi bagian Humas Polda NTT yang bertugas menjawab pertanyaan masyarakat hanya menjelaskan proses hukum pidana yang tidak gampang sementara dugaan keganjalan tidak diklarifikasi.

Bahkan, lebih parahnya lagi, dalam penyampaiannya, Humas Polda NTT mengklaim berhasil menangkap pelaku pembunuhaan Astrid Manafe dan anaknya Lael Maccabe, tetapi kenyataannya Randi Badijeh selaku pelaku pembunuhan mendatangi Mapolda untuk menyerahkan diri. Klaim itu sontak diteriaki masa karena tidak benar. 

Selain itu, Randi disebut oleh Polda bahwa ia membunuh Astrid secara spontan karena mencekik leher Lael, tetapi saat ini sudah berubah, Randi dikenakan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati karena Randi ingin mengakhiri hubungannya dengan Astrid dengan cara membunuh Astrid dan Lael. Aneh memang.

Bagi penulis ini sebuah penipuan publik. Membutakan masyarakat awam. Saya sepakat dengan bapak Kapolri Jenderal Listyo bahwa ada sumbatan komunikasi yang tidak dilihat sebagai masalah serius dalam penegakan hukum.

Baca: Inilah Alasan Kapolri Mencopot Kapolda NTT

Bagian komunikasi publik pada sebuah instansi memiliki kewajiban untuk memberitakan, menginformasikan, dan mengklarifikasi hal-hal terkait instansi. Bahkan, humas bertanggungjawab terhadap nama baik instansi.

Jika komunikasi publik tidak berjalan dengan baik, jangan heran jika masyarakat menuduh ada sutradara berpengaruh dibalik setiap kasus hukum yang ditangani kepolisian. Apapun itu, karena negeri ini harus viral dulu baru diusut agar ada kesan bahwa kepolisian bekerja sesuai dengan prosedur.

Salam!

Catatan: Saya, Neno Anderias Salukh. Salah satu masyarakat NTT yang prihatin dengan kasus pembunuhaan Ibu dan Anak. Meskipun pembunuhan ini bermula dari perselingkuhan yang adalah dosa, bukan berarti harus diselesaikan dengan cara membunuh. Sekali anda menghilangkan nyawa seorang manusia, saya mengecam dengan keras.

Bacaan terkait: Tribunnews Kupang (Pos Kupang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun