Penyakit menular seksual juga tidak hanya terjadi akibat hubungan seksual tetapi perilaku-perilaku seksual lainnya seperti oral seks maupun peting.
Harus diakui bahwa kasus-kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini semakin banyak. Itu sebatas peliputan media, belum ditambah dengan kasus-kasus yang ditutupi. Realitanya, korban kekerasan seksual tidak hanya anak perempuan, tapi juga laki-laki, pelaku juga bukan hanya laki-laki, tapi juga perempuan.
Korban diiming-imingi uang untuk melayani nafsu seks pelaku. Korban pun diintimidasi oleh pelaku dengan ancaman pembunuhan misalnya, supaya tidak menceritakan peristiwa tersebut kepada siapapun.
Beberapa kasus kekerasan seksual disebabkan karena pergaulan bebas seperti melakukan seks sebelum menikah. Menurut data dari Infodatin Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012, ada sebanyak 14,6% laki-laki usia 20-14 tahun dan 4,5% laki-laki usia 15-19 tahun yang pernah melakukan seks pranikah. Sedangkan untuk perempuan di usia 20-24 tahun terdapat sebanyak 1,8% dan di usia 15-19 tahun sebanyak 0,7%.
Berdasarkan survei tersebut, kebanyakan alasan seoarang laki-laki melakukan hubungan seksual adalah karena penasaran atau ingin tahu. Sementara untuk perempuan pada umumnya karena dipaksa oleh pasangan (dianggap sebagai kekerasan seksual).
Kasus-kasus kekerasan seksual semacam ini merupakan potret pendidikan seksual kita. Pendidikan seksual di Indonesia belum memberikan sumbangsih yang besar dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Pendidikan seksual belum menjadi prioritas utama dalam membangun fondasi pendidikan kita. Orang tua dan guru pun belum memainkan peran central dalam penerapan pendidikan seksual.
Memang salah satu kendala kita adalah hal-hal berbau seks merupakan hal yang tabu jika dibicarakan, tapi harus diakui bahwa budaya patriarki juga menjadi hambatan dalam penerapan pendidikan seksual.
Di beberapa budaya, di Timor (daerah penulis) misalnya. Pendidikan seksual dititikberatkan pada perempuan dimana perempuan harus berusaha melindungi diri sementara pendidikan seksual bagi laki-laki tidak menjadi penting.
Padahal pelaku dan korban datang dari kedua belah pihak-- laki-laki maupun perempuan-- sehingga penerapan pendidikan seksual pun harus untuk kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan.