Beberapa bulan terakhir ini berhembus isu kencang mengenai perubahan status Gunung Mutis dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional. Hal ini kemudian diangkat dan diprotes keras oleh salah satu wakil rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT), Ansy Lema dalam rapat bersama Direktorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup di Senayan Jakarta.
Menurutnya ada isu yang dimainkan dengan membuat kunjungan wisatawan membludak di Cagar Alam Gunung Mutis agar dijadikan sebagai alasan untuk menurunkan status Gunung Mutis dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional. Maka penghargaan API Awards kepada Fatumnasi sebagai surga tersembunyi sangat mencurigakan.
Bahkan, dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT sudah melobi ke Ansy Lema yang notabene sebagai orang yang gencar menyuarakan penolakan masyarakat untuk mendukung rencana penurunan status Gunung Mutis.
Cagar Alam Gunung Mutis
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, cagar alam merupakan kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya. Dalam cagar alam, ada sistem konservasi atau perlindungan terhadap keanekaragaman hayati yang perkembangannya terjadi secara alamiah.
Bentang alam Gunung Mutis yang terletak di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara ini ditetapkan sebagai salah satu cagar alam sejak pemerintahan Hindia-Belanda. Surat keputusan yang dikeluarkan adalah Mutis Berbegte, zulfbestur nomor 4/1 tanggal 31 Agustus 1928.
Kemudian pada tahun 1980, Pemerintah Indonesia, melalui instruksi Kementerian Pertanian Nomor 185/Mentan/III juga mengatur tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan status fungsi Hutan Lindung Mutis-Timau seluas kurang lebih 75.000 hektar.
Selanjutnya pada tahun 1983, kawasan Gunung Mutis diatur oleh Kementerian Kehutanan dengan Surat Keputusan Nomor 85/KPTS-II/1983 tanggal 2 Desember 1983 tentang Cagar Alam Gunung Mutis seluas kurang lebih 12.000 hektar.
Surat keputusan ini diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan terbaru. Nomor 3911/MENHUT-VII/KUH/2014 tanggal 14 Mei 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi NTT dengan luas kawasan mencapai 12.315,61 Hektar.
Penetapan Gunung Mutis sebagai cagar alam merupakan keputusan penting, mengingat Gunung Mutis disebut sebagai gunung dan hutan yang tidak terlepas dari peradaban atoin meto di Pulau Timor.
Gunung Mutis memiliki hutan homogen yang didominasi oleh tanaman Ampupu yang tersebar cukup luas secara alami di ketinggian sekitar 2.500 mdpl.
Jenis flora selain ampupu adalah bijama, haubesi, cemara gunung, kasuari, matoi, oben, cendana serta jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan. Sedangkan fauna yang ada diantaranya rusa timor, kuskus, babi hutan, biawak timor, ular sanca timor, ayam hutan dan lainnya.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perguruan Tinggi, BKSDA NTT, WWF Nusa Tenggara menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis burung, 16 jenis kupu-kupu, 3 jenis lebah madu dan 9 jenis mamalia.
Dengan keanekaragaman hayati yang ada, pegunungan Mutis dijadikan sebagai lahan gembala ternak sapi dan hewan peliharaan berupa kuda yang ada hingga saat ini. Juga, merupakan habitat lebah madu yang menghasilkan kualitas madu dan lilin nomor 2 di dunia.Â
Praktek penggembalaan ternak dan proses pemanenan lebah madu masih dilakukan secara tradisional dan dengan ritual adat atoin meto yang mengedepankan hukum konservasi masyarakat adat demi mengontrol potensi ekploitasi yang membabi-buta.
Dengan keanekaragaman hayati yang tumbuh di atas batu marmer atau faut kanaf (batu suku/marga) para amaf dan usif di Mollo dalam tradisi atoin meto, Gunung Mutis merupakan sumber air yang mengairi pulau Timor bagian barat. Dari pengunungan Mutis mengalir deras dua aliran sungai.
Sungai terbesar dan sungai terpanjang di pulau Timor. Sungai terbesar adalah Noelmina yang mengalir dari Mutis dan mengairi bagian selatan Kabupaten TTS hingga Kabupaten Kupang sementara sungai terbesar adalah Noel Benenani yang mengalir dari Mutis hingga Kabupaten Malaka.
Sumber mata air yang tersedia di gunung Mutis pun tidak dapat dipandang sebelah mata. Mata air Bonleu dari Mutis melayani seluruh masyarakat Kota Soe dari dulu hingga kini yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM Kabupaten TTS). Mata air lainnya menghidupi sebagian besar masyarakat Kabupaten TTU dengan salah satu pabrik air mineralnya, Mutisqua.
Gunung yang terletak di wilayah Kecamatan Fatumnasi dan Kecamatan Tobu Kabupaten Timor Tengah Selatan serta Kecamatan Mutis dan Kecamatan Miomafo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara ini disebut sebagai ibu yang menyusui Timor Barat.
Oleh karena itu, rencana penurunan status dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional merupakan rencana yang bisa membunuh atoin meto secara tidak langsung. Jika Cagar Alam Gunung Mutis menjadi Taman Nasional Gunung Mutis maka pemerintah akan mengambil alih untuk mengelolanya.
Pengelolaan Taman Nasional berpotensi merusak ekosistem bahkan tidak dapat dipungkiri terjadi penambangan marmer secara liar. Pemerintah daerah kehilangan kepercayaan setelah mengizinkan penambangan marmer beberapa tahun silam di kawasan ini.
Kemudian jika pemerintah menurunkan status dan dikelola oleh pemerintah maka potensi luka lama akan kambuh dan merusak tatanan alam di pegunungan mutis. Ini juga berpotensi menghilangkan budaya atoin meto yang menanggap batu sebagai faut kanaf.
Penggembalaan ternak sapi oleh masyarakat lokal akan terbatas, keberadaan lebah madu akan perlahan punah karena aktivitas manusia yang semakin tinggi. Belum lagi, pepohonan yang sudah hidup ratusan tahun akan berpotensi rusak dan Timor menunggu waktu untuk menikmati kekeringan di musim panas dan banjir bandang di musim hujan.
Cagar Alam Gunung Mutis merupakan kawasan bersejarah, kawasan keramat, kawasan budaya yang seharusnya tidak diganggu dengan campur tangan manusia. Sehingga upaya penurunan status menjadi Taman Nasional sangatlah tidak tepat.
Wisatawan boleh datang untuk mengunjungi tetapi Status Cagar Alam tidak boleh dirubah.
Salam!!!
Neno Anderias Salukh
Bacaan terkait:Â satu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H