Bukan untuk memuji atau membanggakan diri tetapi karakter atoin meto itu sopan, rendah hati dan sangat menghargai orang lain. Beginilah pembentukan karakternya!
Berbicara tentang karakter atau watak maka kita berbicara tentang sifat batin seseorang yang memengaruhi seluruh pikirannya, perilakunya, budi pekertinya, dan tabiatnya.
Karakter bisa membentuk seseorang menjadi baik atau jahat. Ketika pikirannya cenderung kepada kejahatan maka tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada habit jahat yang akan terbentuk dalam diri orang tersebut.
Nah, karakter ini dibentuk dengan dua cara yaitu bawaan dalam diri seseorang dan pandangan seseorang terhadap kehidupan yang dijalani. Kedua hal ini saling mendukung untuk penguatan karakter dalam diri seseorang. Tetapi karakter bawaan tidak dapat diubah sehingga pandangan seseorang terhadap lingkungannya yang akan menguatkan karakternya.
Stephen Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective Teens mengatakan bahwa "sebagian masa depan kamu tergantung pada dengan siapa kamu bergaul". Napoleon Hill juga demikian, ia mengatakan bahwa manusia mendapatkan sifat, kebiasaan dan kekuatan pemikiran dari orang-orang dengan siapa mereka bergaul.
Artinya bahwa lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang. Bahkan tidak sedikit orang menyebut lingkungan sebagai pondasi yang berpengaruh besar dalam membangun karakter seseorang.
Menyadari hal tersebut, nenek moyang setiap suku bangsa membentuk lingkungan dalam praktik-praktik budaya yang tanpa sadar membentuk karakter seorang anak dari kecil hingga berusia dewasa. Salah satu yang menarik adalah penggunaan oko mama dalam tradisi Suku Dawan (atoin meto).
Oko mama dijadikan sebagai salah satu media menarik dalam pembentukan karakter seorang anak hingga usia dewasa.
Oko mama terdiri dari dua kata oko dan mama. Oko dalam konteks ini berarti tempat dan mama merupakan metatesis dari mamat yang berarti sirih pinang sehingga oko mama dapat diartikan sebagai tempat sirih pinang.
Oko mama terdiri atas dua macam bentuk yaitu tabung dan kotak. Umumnya, tabung digunakan oleh laki-laki dan kotak berukuran kecil digunakan oleh perempuan dalam tas sirih pinang untuk penggunaan di tengah perjalanan jika bertemu dengan orang lain. Sementara oko mama yang besar digunakan di rumah atau upacara-upacara adat.
Oko mama terbuat dari anyaman daun lontar kemudian diberi motif menggunakan pewarna pada daun lontar, dibungkus dengan kain tenunan atau menggunakan muti (inuh). Sementara yang bentuk tabung juga dapat dibuat dari bambu yang kemudian diukir menggunakan motif atoin meto.
Sama halnya seperti sirih pinang yang penulis sajikan dalam artikel-artikel terdahulu, oko mama tidak memiliki makna terbatas pada namanya tetapi memiliki nilai penting dalam kehidupan sehari-hari atoin meto yang mana dijadikan sebagai media pembetukan karakter.
Pertama, oko mama dalam budaya makan sirih pinang
Oko mama digunakan sebagai tempat suguhan sirih pinang kepada tamu yang dilakukan pada awal pertemuan. Biasanya, orang yang memberikan sirih pinang berlutut atau duduk dihadapan orang yang disuguhi.Â
Sikap ini diajarkan kepada anak-anak semenjak kecil. Misalnya ada tamu di rumah maka orang tua akan menaruh sirih pinang pada oko mama dan anak yang akan bertugas untuk memberikannya kepada tamu dengan syarat memegang oko mama dengan dua tangan lalu bertekuk lutut atau duduk sebelum memberikan sirih pinang.
Jika tidak demikian maka pemberi sirih pinang dianggap tidak sopan. Berdiri sambil memberikan sirih pinang dianggap sebagai perilaku orang yang sombong dan tinggi hati, tidak menghargai tamu. Memegang oko mama menggunakan satu tangan pun dianggap memberi dengan bersungut-sungut.
Sehingga memberikan sirih pinang dalam oko mama dengan cara duduk atau bertekuk lutut dan menggunakan kedua tangan menggambarkan sikap sopan, sikap menghargai, sikap rendah hati dan ketulusan atoin meto yang sesungguhnya.
Kedua, oko mama dalam tradisi mengundang
Karena budaya atoin meto adalah tradisi lisan maka penyampaian undangan pun dilakukan dengan lisan. Dan oko mama adalah media yang digunakan untuk mengundang seseorang dalam sebuah upacara adat. Oko mama diisi dengan selembar uang kertas, uang koin, atau sirih pinang.
Biasanya, anak-anak muda bertugas untuk melakukan hal ini sebagai tahapan kedua belajar tentang adat. Para orang tua akan menyampaikan apa yang akan dibicarakan dan cara menyampaikan undangan.
Karena cara atoin meto berbicara juga menggambarkan sikap penghargaannya terhadap lawan bicara maka anak-anak muda diajarkan untuk menyampaikan undangan dengan bahasa-bahasa puitis sebagai gambaran kesopanan, penghargaan, kerendahan hati, dan ketulusan atoin meto.
Ketiga, oko mama sebagai perantara komunikasi.
Dalam upacara adat seperti kematian maupun perkawinan, akan terjadi dialog antara penyelenggaraan upacara dan tamu undangan. Dialog tersebut tidak seperti dialog pada umumnya untuk menyampaikan sesuka hati tetapi memiliki aturan tersendiri. Karena itu, dialog dalam upacara adat hanya dilakukan oleh orang tua atau para tetua adat.
Setiap kali jubir A berbicara maka oko mama yang berisi uang disimpan menghadapi jubir B sebagai media perantara sebelum memulai pembicaraan. Kemudian untuk menyambung dialog, jubir B pun meletakkan oko mama yang diisi dengan uang dihadapan jubir A. Hal ini dilakukan bergantian sampai dialog atau pembicaraan selesai.
Biasanya disetiap dialog memiliki tiga tahap yaitu pembukaan, isi, dan penutup. Pembukaan biasanya berisi dialog permohonan untuk saling mendengar ketika isi pembicaraan dibicarakan sedangkan penutup adalah dialog tentang isi pembicaraan yang telah dibicarakan dengan baik.
Setiap tahap disampaikan dengan oko mama tersendiri. Artinya ada tiga oko mama dari jubir A, tiga oko mama dari jubir B. Akan tetapi, jumlah ini bisa lebih tergantung dari isi pembicaraan. Jika isi pembicaraan lebih dari satu makan oko mama yang dibutuhkan akan lebih banyak.
Dialog menggunakan oko mama semacam ini untuk mencegah dialog tak teratur yang dapat mengacaukan suasana upacara adat. Tanpa sadar juga, oko mama membatasi seseorang yang berusaha untuk memotong pembicaraan orang lain dengan tidak sopan.
Intinya bahwa oko mama menunjukkan bahwa dialog yang terjadi dilakukan dengan penuh sopan santun, saling menghargai dan rendah hati untuk saling mendengar satu sama lain.
Berdasarkan ketiga hal ini, jangan heran jika anda menemukan atoin meto di kampung sangat sopan, rendah hati, dan sangat menghargai orang lain.
Salam!
Kupang, 22 November 2021
Neno Anderias Salukh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H