Istilah "kua tuaf" mungkin asing bagi beberapa orang tetapi jika Anda pernah mendengar lagu yang dinyanyikan oleh salah satu penyanyi lokal dari Timor Tengah Selatan, Sius Otu, Anda akan mendengar penyebutan istilah kua tuaf.Â
Meski demikian dalam lagu tersebut, tidak menjelaskan tentang makna istilah kua tuaf. Karena itu, dalam artikel ini saya akan membahas tentang kua tuaf dan peran sosialnya yang sangat dihormati dalam budaya Suku Dawan (Atoin Meto) di Pulau Timor.
Kua tuaf terdiri dari dua kata yaitu kua, metatesis dari kuan yang berarti kampung dan tuaf yang berarti tuan/pemilik. Jadi, kua tuaf merupakan "tuan kampung" atau "pemilik kampung".Â
Kua tuaf adalah gelar penghormatan kepada klan-klan tertentu. Dalam sebuah kampung atau pemukiman hanya salah satu klan yang diberi gelar tersebut.
Penyematan gelar tersebut atas dasar klan tersebut merupakan orang pertama yang tinggal di kampung tersebut. Pada zaman dahulu, sebuah kampung terbentuk dari inisiatif seseorang yang ingin menetap di suatu tempat jika letak tempat tersebut strategis atau memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai pemukiman.
Baca: Lokasi Terisolasi, Tempat Paling Nyaman bagi Suku Dawan (Timor)
Karena hakikat seorang manusia yang tidak bisa hidup seorang diri akan berusaha mencari orang lain untuk menemani. Pada zaman dahulu, kehidupan manusia masih berpindah-pindah tempat (nomaden), dimanfaatkan oleh orang tersebut untuk mengajak orang-orang yang masih berpetualang mencari tempat tinggal yang layak untuk tinggal bersama-sama dalam sebuah kampung.
Kemudian jika terdapat dua klan atau lebih maka kawin-mawin diperbolehkan dalam kampung. Misalnya anak laki-laki dari klan Neolaka (salah satu klan di Amanuban) menikahi anak perempuan dari klan Salukh (klan pertama yang tinggal di kampung tersebut).Â
Pernikahan semacam ini yang kemudian membentuk konsep moen lanan ma fe lanan agar kawin mawin dalam kampung terus terjadi tetapi menghindari kemungkinan perkawinan inses menurut orang Dawan.
Baca: Moen Lanan ma Fe Lanan, Tradisi Perkawinan Sepupu Suku Dawan (Timor)
Karena menganut sistem patrilineal maka keturunan dari perkawinan anak laki-laki klan Neolaka dan anak perempuan dari klan Salukh akan masuk dalam klan Neolaka tetapi klan Salukh akan dihormati sebagai atoin amaf (saudara laki-laki ibu).Â
Kemudian turunan ke turunan dari pasangan tersebut tetap menghormati klan Salukh sebagai peut uf bon uf. Peut adalah metatesis dari petu yang berarti betung, bon berasal dari bonak yang berarti pandan dan uf berarti pohon.
Secara leksikal, peut of bon uf berarti pohon betung dan pohon pandan. Sedangkan makna gramatikalnya adalah bapak pohon atau asal-usul keturunan. Betung dan pandan diistilahkan kepada bapak pohon karena betung dan pandan adalah tumbuhan berumpun. Artinya klan yang disebut sebagai bapak pohon memiliki banyak keturunan di dalam kampung.
Nah, kua tuaf bukan hanya dihormati sebagai tuan kampung tetapi sebagai atoin amaf dan peut uf bon uf. Pada zaman pemerintahan Swapraja, kua tuaf diberi kedudukan sebagai temukung (tamuku) yang setara dengan kepala desa. Tetapi setelah memasuki desa gaya baru, temukung tidak lagi digunakan karena dianggap akan menerapkan sistem pemerintahan feodal.
Meski demikian, gelar atoin amaf dan peut uf bon uf yang masih melekat membuat kedudukan kua tuaf masih kuat dan layak dihormati di zaman ini. Kua tuaf masih memegang kendali dalam pembangunan desa atau kampung.Â
Garis keturunan mereka adalah salah satu stakeholder yang saat ini dirangkul oleh para LSM yang sedang militan dalam pembangunan desa.
Kua tuaf memiliki power dalam setiap keputusan-keputusan yang masih bersifat budaya. Kua tuaf bisa menjadi ancaman jika dalam setiap kebijakan atau keputusan yang bersifat budaya masih mengabaikan peran kua tuaf.
Salam!!!
Timor Tengah Selatan, 17 Januari 2021
Neno Anderias Salukh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H