Upacara kematian dalam tradisi Suku Dawan (Atoin Meto) di Pulau Timor tidak selesai dalam tradisi kusa nakaf.
Baca:Â Kusa Nakaf, Tradisi "Paku Peti Mati" Suku Dawan (Timor).
Selain kusa nakaf, tradisi menghapus air mata pelayat merupakan bagian yang tak kalah penting dalam upacara kematian masyarakat Suku Dawan. Dalam Bahasa Dawan (Uab Meto), tradisi menghapus air mata pelayat ini dikenal dengan istilah noes nu.
Noes merupakan metatesis dari kata nose yang berarti menghapus dan nu berarti air mata. Jadi, noes nu berarti menghapus air mata yang dilakukan oleh keluarga berduka kepada kerabat atau kenalan yang melayat (pelayat).
Hal ini dilakukan karena pelayat telah mengekspresikan belasungkawanya dan rasa empatinya dengan tangisan dan air mata. Biasanya pelayat menangis di dekat jenasah sembari menceritakan perbuatan baik orang yang meninggal dunia.
Setelah pelayat mengekspresikan belasungkawa dan rasa empatinya, keluarga duka yang diwakili oleh para tetua adat mempersilahkan para pelayat untuk mengambil tempat duduk untuk pelaksanaan ritual noes nu.
Biasanya, noes nu dilakukan dengan cara natoni (sebuah ungkapan sastra) yang dilakukan oleh seorang jubir adat atau penutur. Dalam natoni, jubir akan menceritakan mengapa, bagaimana dan kapan orang yang meninggal dunia dipanggil pulang oleh yang maha kuasa.
Selain itu, jubir juga akan memberitahukan alasan keluarga yang berduka memberitahukan informasi kedukaan kepada kerabat dan kenalan. Alasan persaudaraan dan kekeluargaan merupakan alasan utama keluarga berduka memberitahukan peristiwa dukacita yang mereka alami. Bahwa memilih diam dan sendiri berduka melanggar hukum persaudaraan dalam tradisi Atoin Meto.
Jubir juga memberitahukan proses mempersiapkan jenasah dalam pembaringan. Bahwa jenasah disiapkan baik-baik di atas tempat tidur atau di dalam peti sebelum kerabat dan kenalan melayat dan memberikan penghormatan terakhir.
Tidak lupa, jubir memberitahukan waktu upacara pemakaman, persiapan lubang kubur. Harapannya, kerabat dan kenalan tetap bersama keluarga yang berduka selama masa perkabungan hingga waktu pemakaman. Kebersamaan ini diungkapkan lewat ajakan kaet alakit mat kulut alakit yang berarti menangis kita bersama-sama, berkabung pun kita bersama-sama.
Kemudian pelayat pun menjawab dengan natoni pula. Biasanya, jubir dari pelayat akan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada keluarga duka yang tidak memilih diam dengan duka yang dialami. Jubir juga menyampaikan kebesaran hatinya menerima ajakan kulut alakit mat kaet alakit untuk tetap bersama-sama hingga upacara pemakaman.
Tetapi inti dari ritual ini adalah keluarga yang berduka maupun keluarga yang melayat memahami bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa iman yang tidak perlu ditangisi berkepanjangan. Artinya ketika menghapus air mata pelayat, kesedihan seharusnya diakhiri dan mengikhlaskan kepergian orang yang telah meninggal dunia.
Dalam ritual noes nu ini uang dalam oko mama akan menjadi saksi bisu. Saat ini uang yang digunakan adalah uang kertas pecahan seribu, dua ribu, lima ribu atau sepuluh ribu sebagai simbol penghargaan dan perjanjian antara kedua belah pihak. Umumnya uang dari keluarga duka dimaknai sebagai penghapus air mata pelayat.
Namun, ada yang menggunakan kain tenunan dalam bentuk selendang, sarung maupun selimut untuk menghapus air mata pelayat. Biasanya, selendang atau selimut diberikan kepada orang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Misalnya atoin amaf atau peut uf bon uf.
Kain tenunan tersebut bukan sekedar menghapus air mata tetapi sebagai bentuk ikatan kepada atoin amaf atau peut uf bon uf untuk tetap bersama keluarga duka hingga pemakaman jenazah. Lagipula, beberapa tahapan ritual masih membutuhkan kehadiran atoin amaf seperti tradisi kusa nakaf.
Timor Tengah Selatan, 15 Januari 2021
Neno Anderias Salukh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H