Namun, pemahaman saya tentang kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya tidak hanya datang dari peristiwa-peristiwa semacam itu atau pengalaman-pengalaman di luar sana, tetapi juga datang dari pengalaman pribadi saya sebagai seorang anak yang lahir dari rahim seorang ibu.
Saya adalah anak keenam dari enam bersaudara yang dilahirkan tanpa rencana. Pada waktu itu, setelah ibu melahirkan anak kelima, ibu dan ayah berencana untuk tidak memiliki anak lagi dengan menggunakan alat kontrasepsi (spiral).
Akan tetapi, entah apa alasan medisnya alat kontrasepsi tersebut tiba-tiba hilang tanpa disadari dan ibu saya hamil pada tahun keempat dari lima tahun durasi penggunaan alat kontrasepsi (spiral).Â
Kehamilannya kali itu rasanya seperti aib bagi mereka karena sudah memiliki anak yang cukup banyak dan juga membungkam janji dan komitmen mereka untuk tidak memiliki anak lagi.
Bagi kebanyakan orang dan yang sempat dipikirkan oleh ibu adalah melakukan aborsi. Pikiran ini didukung oleh bawaan anak yang membuat ibu pingsan terus-menerus selama usia kehamilan. Meski demikian, ibu tidak berani melakukannya karena bagi ibu saya, membunuh janin dalam rahim adalah sebuah upaya bunuh diri.
Setelah saya dilahirkan, ibu selalu menjaga kesehatan dan keselamatan saya. Bagi ibu, saya adalah nyawanya karena ia hampir mengorbankan nyawanya selama saya masih dalam kandungan.
Berulang kali ia memperingati saya dan saudara-saudara saya untuk menjaga kesehatan biar ibu yang terlebih dahulu pulang ke pangkuan sang pemilik kehidupan daripada kami.
Pada tahun 2017, ketika kakak saya terlebih dahulu dipanggil oleh yang maha kuasa, saya benar-benar menyaksikan bagaimana ibu merasa kehilangan semangat dan benar-benar tak berdaya bahkan ibu hampir melakukan percobaan bunuh diri.
Harapan ibu selama ini hilang. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ibu hanya memiliki seorang anak? Mungkinkah ia juga sudah kembali ke sang pemilik kehidupan?
Seorang ibu rela kehilangan nyawa asalkan anaknya hidup. Bagi seorang ibu, kehilangan tubuh tidak berarti kehilangan nyawa jika si buah hatinya masih hidup. Ini adalah sebuah pelajaran berharga dari ibu tentang kasih sayang. Ia menjadi sosok pertama dalam hidup yang mengajarkan tentang kasih sayang.Â
Bahwa kasih sayang itu tanpa syarat. Memberi tanpa menuntut sesuatu atau menuntut kembali bahkan korban nyawa sekalipun, kasih tidak menuntut apa-apa dari yang menerima.