Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Terorisme Islam" Terlanjur Menjadi Stigma Sosial?

3 November 2020   10:32 Diperbarui: 3 November 2020   10:36 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Freepik

Seperti serangan Paris, November 2015, yang menewaskan 130 orang; serangan di Nice, Juli 2016; dan serangan Brussels, akhir 2016 lalu, yang menewaskan 34 orang dihubungkan dengan gerakan kelompok-kelompok tersebut.

Berdasarkan sejarah gerakan ini, penggunaan "terorisme Islam" mulai bermunculan di Eropa dan digunakan sebagai label untuk Islam. Kemudian berkembang menjadi sebuah wacana politik di kalangan akademisi yang kontra terhadap terorisme.

Akan tetapi, istilah terorisme Islam secara harfiah masih diperdebatkan hingga saat ini. Richard Jackson dalam jurnalnya berjudul Constructing Enemies: 'Islamic Terrorism' in Political and Academic Discourse mengungkapkan bahwa penyebutan terorisme Islam dalam diskursus politik di Barat, dinilai kontra-produktif dan terlalu dipolitisasi yang berpotensi merusak relasi antar kelompok masyarakat.

Karena itu, frasa terorisme Islam sensitif untuk digunakan dalam penyebutan serangan-serangan terorisme yang mengatasnamakan Islam. Mereka hanyalah teroris yang kebetulan beragama Islam. Bahkan, kaum salafi yang disebut sebagai embrio Jihad Bersenjata pun pun tidak semuanya terlibat dalam kejahatan demikian.

Artinya bahwa terorisme tidak dapat dikait-kaitkan dengan agama karena tidak sedikit juga kaum terorisme yang menganut agama lain. Tidak sedikit juga, umat muslim menjadi korban keganasan terorisme yang mengatasnamakan Islam sendiri.

Meski demikian, kita akan sulit menghilangkan stigma terorisme terhadap Islam jika agenda-agenda politik beberapa kelompok teroris masih menggunakan Islam sebagai kuda tunggang untuk mencapai keinginan mereka.

Dalam ilmu psikologi, kita mengenal istilah stigma sosial yang berarti penolakan terhadap seseorang/kelompok oleh seseorang/kelompok karena adanya kepercayaan bahwa seseorang/kelompok tersebut melawan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Stigma sosial sangat sulit hilang. Ibarat harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama yang berarti segala perbuatan manusia, baik atau buruk, akan selalu diingat orang.

Mungkin frasa terorisme Islam itu akan hilang dalam wacana-wacana politik dan perdebatan-perdebatan sosial karena ketegangan dan kecaman dari berbagai pihak. Tetapi akan sulit hilang dalam benak masyarakat yang terlanjur membangun stereotip dan prasangka negatif itu.

Kesulitan hilang dari ingatan masyarakat lah yang akan sama seperti Presiden Macron. Sesekali akan terungkap di depan publik dan menuai protes besar-besaran. Karena itu, untuk menyelesaikan duduk persoalan ini, segala bentuk kejahatan yang mengatasnamakan agama di muka bumi ini harus dibasmi.

Salam!!!
Referensi: Satu; Dua; Tiga;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun