Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kewaspadaan Paul Pogba Terkait Kontroversi "Islam Teroris"

27 Oktober 2020   10:58 Diperbarui: 27 Oktober 2020   13:48 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gelandang Manchester United (Man United) Paul Pogba. (AFP / PAUL ELLIS) via kompas.com

Baru-baru ini, seorang guru di Prancis bernama Samuel Paty dibunuh saat perjalanan pulang dari sekolah. Pembunuhan Paty berawal dari ketidakpuasan beberapa muridnya atas tindakannya di dalam kelas yang menunjukkan gambar karikatur Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya saat mengajar.

Dalam penyelidikan kasus, pelaku pembunuhan memiliki kontak dengan seorang milisi berbahasa Rusia di Suriah yang identitasnya belum diketahui. Ditambah dengan beberapa rekaman video dan pesan suara, pelaku yang bernama Abdullakh Anzorov dan teman-temannya diduga kuat sebagai bagian kelompok ekstrimis.

Dugaan ini memicu kecaman dari Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam upacara penghormatan terhadap Samuel Paty di Universitas Sorbonne, Macron bersumpah bersatu dan menindak keras teroris Islam.

"Kami tidak akan menyerah terhadap (kasus melibatkan) kartun (Nabi Muhammad). Persatuan dan ketegasan adalah satu-satunya cara untuk mengatasi keburukan teroris Islam," kata Emmanuel Macron.

Pernyataan ini berbuntut panjang, kecaman terhadap Macron dan Prancis datang dari segala penjuru terutama pemimpin dan warga negara di Timur Tengah. Bagi mereka, Macron mendukung Islamofobia di daratan Eropa daripada mengecam kekerasan yang dilakukan oleh teroris terhadap semua orang tanpa memilih agama.

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menilai Macron telah 'menyerang Islam'. Presiden Turki, Erdogan menganggap Macron sedang mengalami 'cacat mental'. Sementara, sejumlah warga negara Kuwait dan Qatar melakukan boikot ke Macron dan semua produk Prancis.

Masalah ini pun menyeret Gelandang Manchester United, Paul Pogba ke dalam pusaran kontroversi. Pogba disebut ikut mengecam pernyataan Macron dengan memutuskan untuk pensiun dari Tim Nasional Sepakbola Prancis.

Akan tetapi, Pogba memberi bantahan melalui akun Instagram pribadinya. Ia mengaku akan segera menuntut The Sun, salah satu media besar di Inggris maupun media lain yang telah menulis berita bohong mengenai dirinya.

Lalu mengapa Pogba menganggap masalah penyebutan namanya adalah masalah serius?

Sensitivitas Agama di Prancis

Sebuah artikel berjudul Sensitivitas Beragama di Prancis menceritakan tentang asal mula kultur anti-agama. Menurutnya, kultur anti-agama ini telah ada sejak abad ke 18, yang mana saat itu Perancis menganggap agama sebagai sumber perang dan sumber kesulitan sosial.

Agama dianggap sebagai masalah pribadi sehingga simbol-simbol agama tidak diperkenankan untuk digunakan di depan publik. Misalnya jilbab, cadar dan kalung salib (Rosario). Prancis terkenal dengan moderatnya yang mendukung kebebasan berekspresi. Bahkan dulu, Majalah Charlie Hebdo selalu menerbitkan kartun satire terhadap simbol-simbol agama.

Pada 7 Januari 2015, tiga orang pria bersenjata diidentifikasi sebagai kelompok Al-Qaeda melakukan penyerangan di kantor Charlie Hebdo dan menewaskan kurang lebih 12 orang dan 5 orang mengalami luka serius. Ketiga pria bersenjata tersebut dilaporkan meneriakkan "kami telah membalaskan dendam Nabi Muhammad" di saat melakukan serangan.

Berdasarkan teriakan tersebut, insiden tersebut diduga sebagai balasan terhadap kartun satire terhadap simbol-simbol agama Islam seperti Nabi Muhammad juga terhadap kaum ekstrimis Islam.

Pasca insiden tersebut, sensitivitas agama mulai nampak. Partai National Front yang dipimpin oleh Marie Le Pen mulai membuat program politik untuk membatasi bahkan memulangkan imigran di Prancis. Sementara mayoritas imigran Prancis adalah kaum muslim.

Karena sensitivitas agama tersebut, apapun yang akan dikatakan mengenai agama akan menjadi sorotan media. Bahkan, Paul Pogba yang tidak terlibat dalam kontroversi inipun diseret masuk.

Klarifikasi Pogba

Klarifikasi Pogba sangat penting dan patut diapresiasi. Selain mengungkapkan kebohongan media, ia menunjukkan ketidakterlibatannya dalam kontroversi semacam itu, terutama yang mengatasnamakan agama atau yang berbau rasisme.

Hal-hal yang bersifat SARA dan politis semacam ini dalam dunia sepakbola berpotensi merusak profesionalisme pemain, pelatih dan klub terutama masa depan seorang pemain sepak bola.

Seperti yang sedang dialami oleh Mezut Ozil, gelandang Arsenal. Pada musim ini ia dicoret dari skuat The Gooners. Tidak sedikit orang yang menduga bahwa dukungannya kepada kaum muslim Uighur di China lah yang menjadi penyebab dirinya didepak oleh tim asal Kota London itu.

Dilansir dari BBC News, pada Desember lalu, Ozil, yang merupakan seorang Muslim keturunan Turki merilis sebuah postingan di media sosial yang menyebut Uighur sebagai "pejuang penentang penganiayaan" dan mengkritik China yang dianggap memperlakukan muslim Uighur secara tidak adil.

Sementara China yang secara konsisten membantah tuduhan tersebut melalui Juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan bahwa Ozil telah "tertipu oleh berita palsu" sebelum memberikan komentarnya.

Karena itu, pasca postingannya, Ozil dikeluarkan dari video game Pro Evolution Soccer 2020 versi China, dan pertandingan klub melawan Manchester City dihapus dari jadwal penyiaran di China.

China mengancam mencabut hak siar klub yang memainkan Mezut Ozil dari negaranya. Tentunya, hal tersebut merugikan Arsenal dari segi ekonomi sehingga pihak Arsenal tidak ingin terlibat dengan pandangan Ozil bahwa Arsenal adalah klub sepakbola bukan organisasi politik.

Tidak berhenti di situ, Ozil didepak pelan-pelan dari skuat oleh manajer Unay Emery. Datangnya Arteta semakin menenggelamkan karir Mezut Ozil di dunia sepakbola.

Hal ini diungkapkan oleh seorang pakar sepak bola, Guilem Balague. Bahwa Ozil tidak pantas didepak dari skuat dengan alasan usia yang semakin menua atau kualitas permainan yang semakin menurun. Ia didepak karena masalah politik.

"Saya menemukan jawaban bahwa Ozil telah disingkirkan karena sikap politiknya yang menggangu profesionalisme klun. Dia tidak dipanggil untuk bermain sejak dia membuat komentar tentang China dan Muslim Uighur," kata Guillem.

Kasus Ozil secara tersirat mengatakan bahwa segala sesuatu yang mengatasnamakan agama sangat sensitif. Pernyataan-pernyataan yang menyebut salah satu agama akan ditafsirkan oleh semua orang dari segala sudut pandang. Ada yang melihat dari sisi positif, ada yang melihat dan sisi negatif, ada pula yang memilih netral.

Pogba sebagai bagian dari Timnas Prancis tidak ingin mengikuti jejak Benzema yang karirnya tamat lebih seduh dari Timnas. Benzema yang dituduh terlibat dalam kasus kasus pemerasan video seks Valbuena membuat dirinya dicoret dari Timnas Prancis.

Karena itu, dalam kasus Paul Pogba, bukan tidak mungkin jika ia terlibat dalam isu-isu agama, ia akan mengikuti jejak Mesut Ozil dan Karim Benzema. Jika ia tidak mengklarifikasinya maka masa depannya di dunia sepakbola berpotensi suram.

Salam!

Referensi: satu; dua; tiga; empat; lima; enam;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun