Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Penting dari Kompasianer Felix Tani, Denny Siregar Vs Najwa Shihab

4 Oktober 2020   10:08 Diperbarui: 4 Oktober 2020   10:21 3458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Najwa Shihab | Instagram Najwa Shihab

Beberapa hari setelah acara Mata Najwa yang menampilkan Najwa Shihab sebagai tuan rumah mewawancarai kursi kosong (Menteri Terawan), Prof. Felix Tani, begitulah sapaan akrab para sesepuh di Kompasiana kepada Kompasianer Asal Batak ini terlebih dahulu menanggapi acara kontroversial itu.

Berangkat dari dalil "Jika Menkes Terawan kinerjanya buruk, ada atau tidak pandemi Covid-19, maka Presiden Jokowi pasti akan menggantinya". Prof. Felix membeberkan secara jelas pembelaannya kepada Menteri Terawan pada artikelnya yang berjudul "Pak Terawan, Teruslah Bekerja dalam Diam" yang menduduki posisi headline di Kompasiana.

Prof. Felix berpegang teguh pada penugasan Presiden Jokowi kepada Menteri Terawan sejak pandemi Covid-19 yang tidak memperbolehkan Menteri Terawan berbicara di depan publik atau media. Cukup bekerja, bekerja dan bekerja.

Alasan larangan berbicara di depan media diperjelas oleh Denny Siregar, influenzer, yang juga disebut sebagai buzzer istana di sebuah video yang telah diunggah di akun Youtube-nya bahwa kebiasaan media mempelintir pernyataan figur publik untuk mengejar klik bisa merusak citra dan kinerja pemerintah.

Di awal videonya, Denny Siregar menceritakan kisah yang pernah terjadi. Pada waktu ibunda Presiden Jokowi meninggal dunia, seorang temannya yang duduk tepat disamping Menteri Terawan menanyakan alasan jarang tampilnya Menteri Terawan di depan publik. Menariknya, pertanyaan tersebut dijawab oleh Jokowi bukan Menteri Terawan.

Artinya, kebebasan berbicara Menteri Terawan di media dicabut untuk sementara oleh Presiden Jokowi. Entah sampai kapan, kebebasan berbicara di media bukan tupoksi Menteri Terawan yang harus dijalankan.

Tanggapan serius dari Duo Batak ini sejatinya merupakan sebuah satire yang pedas. Prof. Felix menganggap tindakan Najwa Shihab sebagai sebuah tindakan tidak etis, sementara Denny Siregar menganggapnya sebagai sebuah sensasi.

Saya adalah salah seorang pecinta Acara Mata Najwa sebagimana yang tertera di bio profil Kompasiana, dan juga pengagum Najwa Shihab puas dengan acara tersebut tetapi saya juga kagum dan tak kalah puas dengan tanggapan Duo Batak ini karena tidak melanggar prinsip-prinsip kebebasan berpendapat di negara demokrasi.

Lagipula, saya sedang berusaha untuk menghindari diri saya dari kategori "orang yang kagum berlebihan dan orang yang benci berlebihan". Keduanya hanya akan menjadi kain penutup mata, bahkan, bisa membutakan mata hati saya untuk melihat sisi lain dari diri seseorang.

Kekaguman yang berlebihan dapat membuat kita membenci orang lain yang tak suka pada orang tersebut dan mati-matian membelanya meski ia jelas melakukan kesalahan. Karena kita melihat dari sisi positifnya dan mengabaikan sisi negatifnya sedangkan orang yang tak suka padanya berlaku sebaliknya, melihat dari sisi negatifnya dan mengabaikan sisi positifnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun