Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Presiden Jokowi, Terbakar atau Dibakar?

28 Agustus 2020   09:41 Diperbarui: 28 Agustus 2020   10:59 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Kejaksaan Agung terbakar | KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apakah dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus-kasus tersebut masih bertahan ditengah kobaran api dan siraman air selama 12 jam?

Sabtu, 22 Agustus 2020, tepatnya pukul 19.00 WIB, para pengguna jalan Sultan Hasanuddin Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sontak berhenti melihat si jago merah yang perlahan melahap Gedung Kantor Kejaksaan Agung.

Jalanan ditutup, mobil pemadam kebakaran dan personel yang dikerahkan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Mereka membutuhkan waktu hingga 11 jam sampai dengan pukul 06.00 pagi WIB untuk mengendalikan api yang melahap habis 6 lantai.

Ruang kerja Jaksa Agung dan Wakil; ruang kerja Jaksa Agung Muda Intelijen; ruang kerja Jaksa Agung Muda Pembinaan; ruang kerja pembinaan dan ruang kerja lobi dilaporkan sebagai korban dari anala yang belum diketahui dari mana asalnya.

Jantung publik Indonesia seakan terhenti melihat kejadian tersebut ramai diberitakan oleh media massa dan pengguna jalan yang mendadak menjadi jurnalis warga di media sosial. Ada kekuatiran berlebih terkait dengan masalah-masalah mega yang sedang ditangani oleh kejagung.

Bagaimana dengan dokumen-dokumen penting yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah? Apakah dipahat pada sebuah besi atau batu yang tidak bisa terbakar? Atau pada secarik kertas yang hancur terkena air sekalipun?

Saat ini, Kejagung tengah menyelidiki keterlibatan orang lain pada kasus korupsi Jiwasraya yang diduga merugikan negara sebanyak 16 Triliun rupiah. Para pejabat OJK dan beberapa karyawan Jiwasraya sudah diperiksa, sementara yang lain dalam proses penyelidikan.

Selain itu, Kejagung sedang menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas ke PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015.

Juga, kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020. Kejagung sedang menetapkan empat tersangka yang diduga merugikan negara sebesar 1,6 Triliun rupiah.

Sementara kasus yang menjadi sorotan setelah kebakaran hebat ini adalah kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang menyeret Djoko Tjandra. Djoko Tjandra melibatkan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, SH. MH.

Perempuan yang akrab disapa Jaksa Pinangki ini diduga terlibat dalam kasus tersebut dengan menerima suap terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) kasus cessie Bank Bali tersebut. Ia juga diduga membantu Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia ketika statusnya masih buronan.

Kemudian Jaksa Pinangki mengaku bahwa setiap pertemuannya bersama Djoko Tjandra dilaporkan kepada Jaksa Agung sebagai pemimpinnya. Pasca kebakaran, dalam acara Mata Najwa, dari pihak kejaksaan menepis hal tersebut dan memilih fokus pada peristiwa kebakaran yang terjadi.

Namun, pengakuan Jaksa Pinangki menimbulkan sebuah spekulasi yang terus berkembang di masyarakat. Apalagi status Jaksa Pinangki sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II tidak berkaitan dengan penyelidikan dan intelijen.

Mengapa Jaksa Pinangki melakukan pertemuan dengan Djoko Tjandra yang saat itu masih berstatus buronan sementara tugasnya bukan di bagian penyelidikan dan intelijen? Bagaimana respon Jaksa Agung setelah Jaksa Pinangki memberikan laporan pertemuannya dengan Djoko Tjandra? Mungkinkah Jaksa Pinangki adalah bola yang dialirkan sesuai dengan keinginan playmaker lapangan?

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, dugaan publik tentang terlibatnya pimpinan Jaksa Agung dan mungkin banyak orang dari Kejaksaan Agung itu sendiri dalam kasus Djoko Tjandra sangat masuk akal.

Tentunya, kejanggalan ini berujung pada pertanyaan Gedung Kantor Kejaksaan Agung Terbakar atau Dibakar? Sambil menunggu pembuktian forensik dari Polri terkait kebakaran ini untuk membuktikan Kejagung Terbakar atau Dibakar, pertanyaan yang sama penulis ajukan dalam artikel ini.

Presiden Jokowi, Terbakar atau Dibakar?

Kompleksnya kasus-kasus mega korupsi yang berbuntut pada terbakarnya kantor kejaksaan agung ini membuat publik menaruh harapan lebih kepada Polri yang bertindak sebagai penyidik peristiwa kebakaran untuk mengungkap aktor dibalik hangusnya ruang-ruang penting di Kejaksaan Agung itu.

Agar masalah-masalah yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung terus dilanjutkan. Akan tetapi, yang menjadi problem adalah apakah dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus-kasus tersebut masih bertahan ditengah kobaran api dan siraman air selama 12 jam?

Terlepas dari Kantor Kejaksaan Agung Terbakar atau Dibakar, keterlibatan Jaksa Pinangki merupakan perbuatan yang paling memalukan dan akan lebih memalukan hukum dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia jika kemudian ada bukti bahwa Kantor Kejaksaan Agung Dibakar.

Kita berharap Jokowi sebagai panglima tertinggi di Indonesia Terbakar untuk turun tangan menangani peristiwa ini. Dan bila perlu, Jokowi dengan hak prerogatifnya sebagai Presiden menunjuk pengganti Jaksa Agung untuk menangani kasus ini. Meski tidak mudah, pencucian gudang perlu dilakukan di internal Kejagung yang diduga terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.

Kita berharap, Jaksa Agung yang memimpin salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk bekerja lebih profesional sesuai dengan janjinya agar kejaksaan yang merupakan lembaga penegak hukum itu, berperan penting dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Yang pastinya kejanggalan ini bertolak belakang dengan hasrat Presiden Jokowi yang menggebu-gebu dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sehingga yang menjadi PR Presiden adalah mengevaluasi seluruh lembaga-lembaga hukum dan lembaga-lembaga terkait. 

Presiden jangan menunggu dibakar tetapi terbakar untuk membersihkan noda dari lembaga-lembaga hukum yang sejatinya menjadi tumpuan keadilan sehingga tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu sebagai sebuah lahan bisnis (black market of justice).

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun